KOTAWARINGIN LAMA – Menjelang pelaksanaan haul akbar pada 17 Maret mendatang, nama Kiai Gede kembali menjadi pembicaraan. Banyak generasi muda dan peziarah menanyakan latar belakang Kiai Gede.
Guprani alias Ujang, ketua pengurus makam Kiai Gede, membenarkan adanya sejumlah pengunjung yang bertanya tentang sosok Kiai Gede. Karena itulah Bupati Kotawaringin Barat (Kobar) dan Gubernur Kalimantan Tengah meminta adanya biografi tokoh ulama ini. Untuk mewujudkannya, Ujang menyatakan pengurus makam masih kesulitan mencari referensi untuk merekonstruksi sejarah Kiai Gede.
“Sebenarnya sudah ada di sejumlah buku dan tulisan tentang sejarah Kiai Gede, namun kami belum bisa merangkumnya menjadi sebuah rangkain sejarah. Selain SDM kami yang memang belum kompeten, untuk ini juga adanya sejumlah versi,” ucap Ujang usai melaporkan persiapan haul kepada Camat Kolam, Selasa (13/3).
Yang jelas, sosok yang dikebumikan di Jalan Danau RT 01 Kelurahan Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kolam, ini adalah seorang ulama dan pejabat kerajaan Kesultanan Kutaringin pada masanya.
“Beliau pernah menjabat Mangkubumi atau Perdana Menteri pada masa pemerintahan sultan pertama Pangeran Adipati Antakusuma dan sultan kedua Pangeran Masdipati,” ujar Ujang.
Ujang juga mengatakan, ada versi lain yang menyatakan Kiai Gede hanya menjabat di masa sultan pertama yang berkuasa dari tahun 1615 hingga 1635 Masehi.
Mangkubumi adalah sebutan untuk Perdana Menteri yang pernah dipakai kerajan-kerajaan di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Mangkubumi berasal dari bahasa Jawa Mahapatih Hamengkubumi yang sering disingkat Patih atau Mangkubumi.
“Yang menjabat mangkubumi biasanya bukan dari kalangan bangsawan tetapi lama kelamaan jabatan Mangkubumi dijabat pula oleh para pangeran terutama putra kedua dari raja yang bertahta. Dan jabatan mangkubumi ini merupakan jabatan paling tinggi di bawah raja atau sultan,” jelasnya.
Adapun kedatangan Kiai Gede di Kutaringin ada tiga versi. Salah satu versinya menerangkan bahwa Kiai Gede berasal dari Kesultanan Demak. Dia terdampar di Kesultanan Banjar, lalu Kiai Gede diutus mencari daerah baru di bagian barat Kesultanan Banjar untuk didirikan kerajaan. Kerajaan itu untuk salah satu putranya yang kelak menjadi sultan pertama Kesultanan Kutaringin dan Kai Gede menjadi Mangkubuminya.
“Keilmuan agama dan pernahnya Kiai Gede menjadi pejabat kerajaan menurut hemat kami dari berbagai buku dan keterangan juriat dan kerabat Kesultanan Kutaringin baik di Kotawaringin Lama ataupun di Pangkalan Bun tidak terbantahkan, tetapi kami belum berani membuat sendiri sejarah Kiai Gede,” tukas Ujang.
Dia menyarankan alangkah baiknya dari pemerintah yang membuat dan membukukan sejarah Kiai Gede ini agar tidak salah dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (gst/yit)