PROKAL.CO,
Oleh: Moh. Ariyanto)*
Siklus problem pokok buruh terus berulang setiap menjelang May Day.Peringatan 1 Mei sebagai hari buruh internasional dianggap sebagai ajang evaluasi dan peluapan atau bahkan ‘hari raya’ bagi kaum dan aktivis buruh. Dalam momentum ini tidak sedikit yang memanfaatkannya sebagai arena menyampaikan setiap keluh kesah standardisasi kehidupan buruh yang diklaim sebagai pilar utama perekonomian suatu bangsa.
Model negara modern dengan sistem perekonomian yang mengandalkan investasi akibat dari kepentingan industrialisasi yang bahkan telah menyusup pada sektor tani, telah memposisikan buruh pekerja sebagai sentra yang menggerakan pertumbuhan ekonomi.
Realitas posisi buruh mestinya menjadi perhatian seluruh komponen negara bahwa kita (buruh) adalah elit. Dunia ketenagakerjaan saat ini masih sering mengalami kondisi miris karena tak berangsur cepat menempatkan buruh sebagai kelas tertinggi di negara ini.Pengetahuan tentang kelas masyarakat yang telah lama menimbun rendah buruh mesti diubah. Tentunya harapan demikian ini mesti diselaraskan oleh kebijakan publik maupun ilmu pengetahuan yang memperkuat.
Persoalan pokok normatif buruh dalam sektor ketenagakerjaan tidak hanya dialami oleh negara kita, juga dialami oleh setiap negara lainnya baik yang tertinggal, berkembang dan maju. Hematnya, perseteruan kelas di masa lalu telah menimbulkan duka akibat konflik yang berkepanjangan karena birahi rakus egoistis baik individu maupun golongan.
Penulis sepakat dengan pola pikir Hans Albert yang menginginkan nalar kritis dari setiap persoalan yang muncul dan berusaha menunjukan konsekuensi untuk memecahkan persoalan kognitif, moral dan politik.