PANGKALAN BANTENG- Kenaikan harga daging ayam dan telur terjadi di pasar Karang Mulya sudah terjadi dalam sepekan ke belakang. Satu kilogram daging ayam kini harus ditebus dengan Rp 45 ribu, sedangkan satu tray telur ayam berisi 30 butir, pembeli harus membayar Rp 55 ribu.
Idah, salah satu pedagang ayam mengungkapkan bahwa kenaikan harga ayam dipicu karena minimnya pasokan. Selain itu saat ini, masih banyak peternak yang belum memanen ayam-ayam peliharaannya.
“Kiriman dari pemasok berkurang, ayam yang sya jual ini saja dari Kalbar. Kiriman dari Banjar tidak bisa dijual disini, harga sudah mahal dari ayam hidupnya,”ujarnya, Minggu (22/7).
Meski harga di pasaran tinggi namun peternak tidak berani memanen dini ayam-ayam mereka. Pasalnya selain karena berat ayam belum sesuai, keuntungan juga akan menipis.
“Minimal di panen itu beratnya dua kilogram, jadi peternak bisa untung penjual juga demikian. Ukuran segitu sudah cukup layak jual,”ungkap pedagang sekaligus peternak ini.
Selain itu, pemicu naiknya harga ayam juga akibat kelangkaan Day Old Chick (DOC) atau ayam bibit, sejak setelah lebaran lalu. Akibatnya harga DOC ikut melambung. Peternak hanya mendapat kiriman DOC separuh dari permintaan mereka. Sehingga hasil panen dipastikan menurun, sedangkan setiap hari permintaan daging ayam selalu tinggi.
“DOC sudah naik dari Rp 700 ribu per boks isi 100 ekor anakan ayam, kini menjadi Rp 900 ribu per boks. Dan permintaan kita hanya mampu dipenuhi separuhnya saja, missal kita minta kirim 10 boks, tapi yang ada hanya lima boks saja,”ungkap Rudi, salah satu peternak ayam di Pangkalan Banteng.
Tidak hanya itu, menurutnya harga pakan per karung juga mengalami peningkatan cukup signifikan. Perkarung pakan yang awalnya Rp 350 – 380 ribu kini sudah mencapai Rp 400 ribu.
“Pakan juga naik sekitar Rp 20 – 50 ribu. Tapi yang terpenting tetap saja kecukupan pasokan DOC. Karena jumlah anakan ayam yang siap kami besarkan ini juga mempengaruhi hasil panennya,”terang Rudi.
Hal yang nyaris sama juga berlaku untuk telur ayam. Pasokan yang kurang dari supplier masih menjadi kendala utama.
“Sekarang sudah Rp 55 ribu per tray. Harga tinggi karena pasokan kurang,”ungkap Narti, pedagang telur di pasar Karang Mulya.
Masih minimnya peternak ayam peteur di Kobar juga menjadi kendala tersendiri, sedangkan setiap tahun permintaan telur terus meningkat.
“Telur ini kan bahan pangan paling praktis, dan selalu meningkat permintaannya. Tapi peternak ayam telur di sini (Kobar) masih kurang dan ketika pasokan dari luar kurang, maka otomatis harga naik,”pungkas Narti. (sla/gus)