Musim kemarau selalu identik dengan kesulitan air. Peluang itu dimanfaatkan sebagian orang untuk meraup pundi-pundi rupiah. Mereka yang melayani jasa penjualan air, meraup untung berkali lipat dibanding hari biasa.
HENY, Sampit
Di tengah teriknya matahari, Santoso bolak-balik ke kantor PDAM. Dia menyusuri jalanan di Sampit membawa profiltank jingga berkapasitas 1.100 liter. Tempat penampung air itu ditempatkan di bak sepeda motor roda tiganya.
”Kalau musim kemarau gini, orang-orang banyak kesulitan air, dan sumur bor pada keruh. Saya bisa menjual 8 sampai 10 kali orderan dalam sehari,” kata Santoso, Jumat (31/8).
Santoso mengaku sudah berjualan air selama lima tahun ini. Biasanya, setiap hari dia menjual air dan mengantarkan ke lingkup kota mencapai 4 sampai 5 orderan. Lokasinya berbeda-beda.
Untuk 1.100 liter air, dia menjual kepada pelanggan dengan harga sekitar Rp 70 ribu sampai Rp 80 ribu. ”Tergantung jaraknya, kalau deket Rp 70 ribu kalau lumayan jauh Rp 80 ribu,” katanya.
Santoso mengaku belum pernah berjualan hingga ke wilayah hilir selatan yang biasanya langganan kesulitan air. ”Kalau di sana, setahu saya ada juga penjual air PDAM. Jadi, paling jauh saya jual ke Pal 7 sampai Pal 12 Sampit-PangkalanBun, dan Pal 7 Sampit-Samuda. Lebih jauh dari itu belum pernah,” tuturnya.
Santoso mengatakan, air yang dijualnya diperoleh langsung dari PDAM. ”Untuk satu profil penuh, harganya Rp 10 ribu,” katanya.
Dalam sehari, rata-rata dia mengumpulkan Rp 400-500 ribu. Paling tinggi saat Lebaran. Pendapatannya meningkat drastis, karena banyak pelanggan yang mengeluhkan air PDAM tidak mengalir lancar, sehingga harus membeli air. ”Kalau Lebaran, pendapatan bisa mencapai Rp 2 juta,” katanya.
Menurutnya, masyarakat membeli air kepadanya karena air PDAM bermasalah. Apalagi saat musim kemarau. Warga yang menggunakan air sumur bor, mengeluhkan keruhnya air. Bahkan tak bisa mengalir.
Ayah dari lima orang anak ini menambahkan, para penjual air PDAM memiliki perkumpulan. Jumlahnya belasan orang. ”Yang pakai tosa ada delapan orang dan yang pakai pikap empat orang,” katanya.
Penjualan air PDAM menggunakan tosa maupun truk mulai ramai pada tahun 2013. Sebelumnya bisnis itu masih menggunakan gerobak. ”Kalang pakai gerobak. Jaraknya enggak bisa jauh-jauh. Kalau sekarang pakai kendaraan, ke mana saja siap diantar,” katanya.
Dari hasil menjual air PDAM, Santoso mampu menyekolahkan anak-anak dan menghidupi keluarganya. ”Alhamdulillah cukup. Asal yakin saja, rejeki sudah Allah yang atur, kita tinggal menjalani aja,” kata warga Desa Eka Bahurui ini.
Dayat (52), penjual air lainnya, mengaku menggeluti bisnis itu karena sudah tidak ada peluang pekerjaan lain. Dalam sehari, Dayat menerima orderan sebanyak 5 sampai 7 pelanggan. Pelanggan yang paling sering membeli di daerah Pelita, Baamang Hulu, Tidar Ujung, dan lainnya.
”Pelanggan memilih membeli air karena pada musim kemarau, air sumur bor keruh. Bahkan tidak mengalir. Kalau pakai air PDAM kadang airnya mati atau tidak mengalir lancar,” katanya.
Dayat mengaku, musim kemarau menjadi berkah tersendiri baginya. ”Kalau saat musim hujan orderan paling hanya 2 kali atau 3 kali saja. Musim kemarau ini membawa keberkahan bagi saya. Tapi, jangan juga kemarau terus, kasihan masyarakat Kotim yang kesulitan air,” tandasnya. (***/ign)