SAMPIT – Desa di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) akan mendapat gelontoran dana hingga Rp 200 miliar tahun 2019 mendatang. Anggaran itu berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Desa dan dari kabupaten dan akan dibagi ke 168 desa di Kotim. Rata-rata setiap desa menerima di atas Rp 1 miliar. Bahkan, ada yang mendekati Rp 2 miliar.
”Untuk dana desa Kotim tahun 2019 kalau tidak salah angkanya di kisaran Rp 200-an miliar. Itu semuanya dibagi ke seluruh desa,” kata Handoyo J Wibowo, Ketua Komisi I yang membidangi urusan pemerintahan desa tersebut.
Menurutnya, angka itu tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Meski tidak bertambah signifikan, Handoyo mengkhawatirkan kenaikan dana desa yang terlalu tinggi. Sebab, hal itu rawan menyeret kepala desa dan perangkatnya ke ranah hukum.
Dana desa tersebut berasal dari DAK pusat dan 10 persen dari DBH + DAU. Tercatat ada Rp 153 miliar DAK dan Rp 47 miliar tambahan dari 10 persen dan lainnya hingga angkanya di kisaran Rp 200 miliar.
”Melampaui angka Rp 1 miliar setiap desa, sudah ideal membangun. Sekarang bagaimana agar kepala desa bisa mengoptimalkan dana sebesar itu,” kata Handoyo.
Dia menuturkan, dana desa yang penggunaannya sesuai aturan akan jadi kebaikan. Namun, apabila digunakan di luar program perencanaan, akan jadi bencana bagi pemerintah desa.
”Sudah banyak kepala desa yang sejak dana desa disalurkan jadi terpidana korupsi. Ini masalahnya, apakah kepala desa yang minim SDM atau memang faktor kesengajaaan? Kami belum pernah terima telaahan mengenai fenomena kades yang kabarnya banyak dibidik kasus dana desa ini,” kata Handoyo.
Selain itu, kata Handoyo, tahun depan pemerintah di tingkat kelurahan akan menerima dana dari kabupaten. Ada anggaran sekitar Rp 6miliar untuk itu. Jika dibanding dana desa dan kelurahan, jauh kecil dibanding desa. Pasalnya, kelurahan juga menerima pembangunan dari tingkat kabupaten berupa program kegiatan. Selain itu, kelurahan di Kotim juga masih sedikit, hanya 17 kelurahan .
”Kelurahan juga tahun depan dapat kucuran. Memang sebelumnya antara desa dan kelurahan terkesan ada diskriminasi soal alokasi anggaran, sehingga banyak lurah mengeluhkan ini hingga kepada pemerintah pusat. Alhasil, mereka diberikan anggaran juga,” tandasnya. (ang/ign)