SAMPIT – Penipuan dengan modus cek palsu mulai memasuki persidangan di Pengadilan Negeri Sampit. Dua terdakwa, Albert Subianto alias Albert (34) dan Helianto Kosim (40), harus duduk di kursi pesakitan karena diduga telah merugikan Hany Handayani sebesar Rp 6,19 miliar.
Hany Handayani yang hadir sebagai saksi di persidangan mengatakan, Albert dan Helianto pinjam uang sebesar Rp 6,19 miliar kepada dirinya dengan dalih untuk bisnis jual beli karet. Kakak beradik itu ingin mendirikan usaha seperti apa yang dilakukan PT Sampit. Mereka
"Saya waktu itu memang percaya karena melihat langsung tempat mereka bekerja. Mereka sebelumnya pernah kerja di PT Sampit, perusahaan karet. Katanya, mereka mau buka usaha itu. Saya percaya saja," kata Hany saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim yang diketuai AF Joko Sutrisno.
Hany juga mengatakan bahwa Albert merupakan teman sejak kecil. Hany mengaku sudah menjalin kerja sama dengan Albert sejak tahun 2015. Dirinya mendapatkan keuntungan 2 persen dari modal yang dipinjamkannnya.
Pada saat Albert meminjam uang kepada Hany hingga Rp 6,19 miliar, ternyata tidak disertai surat perjanjian utang piutang maupun surat tanda terima. "Inilah kesalahan terbesar dalam hidup saya," ucap Hany.
Pernyataan Hany pun mendapat respon dari hakim. "Bukan kesalahan terbesar, ini ibu terlalu percaya. Tidak ada lagi tanda terimanya," kata hakim sambil geleng-geleng kepala.
Saat beberapa kali Hany menyerahkan uang itu, ada saksi yang melihat. Mereka adalah anak buah Hany yang bernama Susanti dan baby sister bernama Sumiati.
Hany menyerahkan uang Rp 6,19 miliar secara bertahap. Pertama sebesar Rp. 2.700.000.000, kedua sebesar Rp. 2.940.000.000, dan terakhir Rp. 550.000.000.
Setelah itu, kedua terdakwa menyerahkan 12 lembar cek bank BRI dan 2 lembar Bilyet Giro (BG) Bank Mandiri kepada korban secara bertahap sebagai pembayaran atau pengembalian uang pinjaman tersebut. Namun, saat Hany akan mencairkan cek, ternyata tidak bisa. Menurut saksi Fauzi Rahman dari BNI dan Sheren dari Bank Mandiri, saldo rekening yang tertera dalam cek dalam keadaan kosong.
"Saat itu Albert kabur duluan. Ada Helianto bertemu saya, katanya mau bayar. Tapi itu sudah direncanakan. Dia juga mau kabur. Pembohong mereka berdua ini," tegas Hany di depan dua terdakwa saat sidang di pengadilan.
Menurut Hany, jaminan milik terdakwa yang kini masih tersisa adalah dua BPKB truk Fuso dan SKT kebun karet seluas lima hektare.
Seperti diberitakan Radar Sampit sebelumnya, Albert dan Helianto meminjam untuk keperluan bisnis CV. Karya Alam Sejahtera yang bergerak di bidang jual beli dan pengolahan karet. Albert membangun CV Karya Alam Sejahtera, membeli lima genset, dua tru Fuso, lima truk colt disel, enam pick up, pembelian 42 hektar kebun karet, empat unit mesin penggiling karet, dua unit penghancur karet, rumah, gudang, dan pembelian aset-aset lainnya.
Saat pengembalian pinjaman, kedua tersangka menyerahkan 12 lembar cek Bank BRI dan 2 lembar bilyet giro (BG) Bank Mandiri kepada korban secara bertahap. Namun, saat Hany akan melakukan pencairan cek, bank menolak karena saldo rekening yang tercantum dalam cek ternyata kosong. Bahkan bank juga menyatakan ada kejanggalan nomor rekening yang tertera pada bilyet giro.
Hany segera menghubungi dua tersangka, namun gagal karena Albert dan Helianto Kosim tak bisa dihubungi lagi. Kasus ini pun dibawa ke ranah hukum.
Kedua terdakwa tindak pidana penggelapan dan atau penipuan ini dibidik dengan Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 dan Pasal 64 KUHP. (ang/yit)