SAMPIT – Sebagian besar pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Pasar Eks Teater Mentaya Jalan DI Panjaitan Sampit, tak mengetahui rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menertibkan pedagang. Penertiban dilakukan agar mereka menempati kios bangunan Pasar Eks Teater Mentaya yang sudah lama tak fungsional.
”Sekitar dua minggu lalu kami hanya dimintai keterangan fotocopi KTP dan Kartu Keluarga dan itu sudah kami serahkan. Tetapi, pegawai pemerintah tidak memberitahu kami maksud dan tujuannya meminta KTP milik kami,” kata Agung, salah seorang pedagang.
Menurutnya, setiap rencana penertiban atau pemindahan sekalipun harusnya dilakukan pemberitahuan dan sosialisasi. ”Kami tidak tahu dan tahunya hanya dari informasi yang berseliweran dari masyarakat bahwa kami mau ditertibkan,” ujar pedagang eks Taman Kota yang sudah berjualan sejak tahun 2008 ini.
Kendati demikian, dia menegaskan, tidak ada niat ingin menentang aturan pemerintah daerah. Dirinya pun siap dipindahkan asalkan diberikan tempat yang layak. ”Kami ini dukung saja apa pun program pemerintah, tetapi harus disertai solusi. Saya mau saja pindah asalkan diberikan tempat yang layak, jangan di dalam,” ucapnya.
Dia mengaku tak ingin ditempatkan di dalam bangunan karena berdagang stiker. ”Kami tidak cocok ditempatkan di dalam kios bangunan, karena kami langsung menangani stiker kendaraan motor dan mobil milik pelanggan. Di pinggir jalan seperti ini memang tempat yang tepat. Tidak mungkin kendaraan orang kami masukkan dalam kios, kecuali kiosnya di lantai dasar dan area depan,” ujarnya.
Tak adanya pemberitahuan atau sosialisasi juga diungkap pedagang lainnya. Namun, dia meminta namanya tak disebutkan. ”Belum tahu akan ditertibkan. Memang dua minggu lalu ada pegawai pemerintah yang minta KK ke saya dan saya beri. Tetapi tujuannya untuk apa tak jelas, karena tak diberi tahu,” ujarnya.
Meski demikian, apabila Pemkab akan melakukan penertiban, dia siap. Namun, dia juga ingin memastikan semua pedagang mendapatkan tempat yang layak, sesuai dengan jenis usaha dagangnya.
”Kalau rencana pemerintah untuk merapikan, menertibkan atau memindahkan kami siap saja. Tetapi pemerintah pastikan dulu kami ini diberikan tempat yang layak. Kalau kami tidak dapat tempat, jangan salahkan kalau kerjaan kami ngawur,” ujarnya, seraya menegaskan, pihaknya akan nekat berjualan di trotoar, pinggir jalan, atau area yang dilarang lainnya demi mencari penghasilan jika tempat yang disediakan tak layak.
”Saya ini korban. Pedagang taman yang dipindahkan. Sekali pemerintah memindahkan, ternyata kami malah tak dapat tempat. Saya tidak mau ini terulang lagi. Saya juga punya anak istri yang harus makan. Harus dinafkahi,” ujar pedagang eks Taman Kota yang telah berjualan sejak tahun 2002 ini.
Dia mengaku lapak yang ditempati sekarang harus membayar kepada seseorang. Pihak yang memungut itu bukan pegawai pemerintah dan ditarik bayaran sebesar Rp 750 ribu per bulan. Selain itu, dia juga harus membayar lapak semi permanen sebesar Rp 4 juta yang telah dibelinya oleh pedagang yang sebelumnya.
Dia dan pedagang lainnya juga membayar tagihan lainnya seperti biaya bayar listrik untuk lampu penerangan sebesar Rp 8 ribu per hari, petugas kebersihan Rp 2 ribu per hari, dan petugas keamanan seribu per hari.
”Petugas keamanan juga jarang stanby tetapi kami dituntut bayar. Pedagang di pasar ini juga sering kecolongan, seperti piring, elpiji, dan kompor gas ada yang mencurinya,” ujarnya.
Apabila Pemkab Kotim berencana memindahkan pedagang, dia tidak menjamin pemerintah benar-benar adil menentukan kios di mana pedagang ditempatkan. Pasalnya, dia mengaku hampir seluruh kios yang berada di lantai dua ludes terjual habis oleh oknum pegawai Pemkab Kotim.
”Lantai dua itu sudah habis dijual oknum pemerintah ke pedagang dan yang tersisa hanya di lantai dasar,” ujarnya.
Menurut informasi yang diperolehnya, tak hanya kios lantai dua bangunan eks Teater Mentaya saja yang dijual oknum pemerintah. Bangunan Pasar Rakyat Mentaya yang hingga kini mangkrak juga ludes terjual.
”Pasar Rakyat Mentaya itu juga habis dijual pemerintah ke pedagang. Tetapi pedagang tak diizinkan menempati dan jualan di situ. Alasannya apa saya kurang tahu juga,” ujarnya.
Menurut pedagang lainnya, kondisi pasar saat ini sudah rapi dan tertib, sehingga tidak perlu lagi diubah-ubah. ”Niat pemerintah itu baik tetapi apa bisa menjamin kami ini semua dapat tempat? Saya merasa pasar ini sudah tertib justru kalau ditertibkan lagi bakal berantakan,” ujarnya.
Supriani (29), pedagang lainnya yang juga dimintai KK dan KTP oleh Pemkab Kotim melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kotim mengaku tak ingin menentang aturan.
”Saya ini disuruh kumpulkan KK saya berikan. Tetapi, saya tak tahu tujuannya buat apa. Kalau memang buat penertiban pedagang, silakan saja asalkan berlaku serentak untuk semua pedagang,” ujarnya.
Menurutnya, apabila masih ada pedagang yang berjualan di pinggir jalan, akan membuat pedagang yang lain yang berada di dalam semakin merosot pendapatannya. ”Kalau tak ada pemasukan, anak kami mau makan apa?” ujarnya.
Dia berharap keputusan Pemkab Kotim menertibkan pedagang disertai solusi. Menurutnya, perekonomian sejak dua tahun terakhir sangat mencekik pedagang. Meski demikian, mereka tetap bertahan melanjutkan kelangsungan hidup.
”Perekonomian sekarang ini sepi dan saya sudah merasakannya dalam dua tahun terakhir ini. Berada di pinggir jalan saja mencari uang Rp 200 ribu saja sudah bersyukur. Semoga pemerintah memahami keadaan kami,” ujarnya.
Sebelumnya, Disperdagin Kotim pekan lalu telah melakukan upaya pembersihan kios di bangunan eks Teater Mentaya. Pembersihan dilakukan terkait rencana melakukan penertiban pedagang agar menempati kios yang sudah lama tak fungsional tersebut.
Sekretaris Disperdagin Kotim H Zulhaidir memastikan pedagang siap menempati kios. Namun, pada kenyataan di lapangan pedagang tak benar-benar siap dipindahkan. Penempatan kios oleh para pedagang dilakukan melalui tahap pengundian yang rencananya langsung disaksikan Bupati Kotim Supian Hadi.
Zulhaidir melanjutkan, seluruh pedagang yang jumlahnya sekitar 300 orang bakal mengisi kios yang telah dibangun menggunakan dana APBD sebesar Rp 25,8 miliar. ”Semua pedagang seperti pedagang kuliner, aksesoris, tas, elektronik, stiker, sandal sepatu dan usaha lainnya ditata dan siap mengisi kios yang sudah disediakan pemerintah daerah,” ujarnya.
Selain itu, penyediaan lahan parkir juga akan ditata dan dirapikan untuk memastikan pengunjung dalam keadaan aman. ”Termasuk parkir akan kami tata. Tidak ada lagi gerobak menumpuk, semua akan dirapikan supaya pengunjung aman memarkir kendaraannya,” ujarnya.
Sementara itu, mengenai kapasitas penyediaan lahan parker, dia mengaku belum melakukan pendataan. ”Kami belum data dan hitung bisa menampung berapa, tetapi kami harapkan semua kendaraan bisa diparkir kedalam area kawasan Eks Teater Mentaya,” ujarnya.
Sebagai informasi, bangunan eks Mentaya Teater pada lantai dasar berjumlah 168 kios dengan luas 2 meter x 2 meter dan di lantai 2 berjumlah 92 kios dengan luasan 2 meter x 4 meter. Bangunan kios itu rencananya akan ditempati sekitar 300 pedagang sesuai kapasitas kios yang dibangun.
”Bangunan ini dibangun sesuai dengan jumlah pedagang yang kami data dahulu saat masih di Taman Kota Sampit. Hampir setiap malam kami melakukan pengecekan apakah benar pedagang tersebut berdagang setiap hari, karena itulah yang kami masukan dalam data tetap, tetapi jumlah itu ternyata bertambah di luar daftar pedagang yang telah ditetapkan,” ujarnya. (hgn/ign)