SAMPIT – Sebanyak 32 narapidana di Lapas Kelas IIB Sampit bisa menghirup udara bebas setelah mereka mendapat asimilasi. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
”Napi yang boleh menjalani asimilasi dengan syarat berkelakuan baik/tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu enam bulan terakhir, aktif mengikuti program pembinaan, telah menjalani setengah masa pidana minimal enam bulan dengan perhitungan dua per tiga masa pidana maksimal,” kata Kepala Lapas Kelas II B Sampit Agung Suprianto, Kamis (2/4).
Dia menjelaskan, asimilasi ini statusnya bukan pembebasan, melainkan pengeluaran dalam rangka pencegahan Covid-19, yaitu asimilasi dirumah. Napi masih dianggap berada dalam tahanan, namun secara fisik mereka ada di luar.
”Jadi, proses integrasi sosial tetap berjalan, di mana semua napi yang asimilasi di rumah tetap wajib lapor kepada pihak lapas. Pelaporan tersebut menggunakan video call agar tidak terjadi transisi ke mana-mana dengan tetap mengurangi tatap muka secara langsung,” ujar Agung.
Jumlah napi di Lapas Kelas IIB Sampit tercatat sebanyak 768 orang. Angka tersebut melebihi kapasitas tahanan yanga hanya 220 orang. ”Makanya kalau program pemerintahan mengatakan harus adanya pembagian jarak, kami tidak bisa menerapkan. Tidur saja berdesak-desakan,” ujarnya.
Siapa pun yang masuk ke Lapas, menurut Agung, sudah dibatasi. Bahkan, pembinaan di dalam Lapas telah dilakukan secara mandiri. Lapas yang biasanya mengundang pembimbing dari luar, sekarang hanya menggunakan pegawai Lapas.
”Entah ini sampai kapan belum tahu. Tergantung penanggulangan Covid-19. Asimilasi ini merupakan langkah atau program bagi mereka yang akan menjalankan reintegrasi sosial. Di mana PB dan CB-nya kami urus selama mereka berada di rumah, yaitu sebelum tenggat waktu 31 Desember 2020 proses ini harus sudah selesai,” jelasnya. (dia/ign)