NANGA BULIK – Curah hujan di wilayah hulu Kabupaten Lamandau masih cukup tinggi. Banjir yang merendam sejumlah titik belum juga surut dan berangsur turun ke wilayah hilir. Akibatnya, akses darat terhambat karena jalur Trans Kalimantan putus total.
Dari pantauan tim BPBD Lamandau, sebanyak 14 titik di jalur poros jalan Trans Kalimantan terendam air dengan ketinggian rata-rata antara 1 - 1,5 meter. ”Akses jalan yang tidak bisa dilalui mulai dari Desa Sungai Tuat hingga Desa Karang Taba dengan total 14 titik, dengan ketinggian air paling dalam satu meter setengah," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lamandau, Edison Dewel (9/9).
Beberapa kendaraan roda dua harus menggunakan rakit untuk bisa melintas, sedangkan kendaraan roda empat tidak bisa melintas, kecuali mesin dalam keadaan mati dan harus didorong agar mobil tidak rusak. ”Hasil survei lapangan, diperkirakan debit air masih akan meningkat, mengingat curah hujan masih tinggi, sehingga air semakin pasang,” tuturnya.
Menyikapi kondisi saat ini, BPBD Lamandau telah memasang tenda darurat, rambu peringatan, dan mendata rumah warga terdampak banjir. Dia juga mengimbau masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati, serta mengantisipasi datangnya banjir di wilayah hilir. Dengan antisipasi bencana sejak dini, diharapkan dapat meminimalisir kerugian.
“Selain itu, agar tetap mengawasi anak-anak saat bermain di genangan air supaya jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan,” tegasnya.
Pemerintah desa setempat juga diminta segera menggerakkan jajarannya membantu evakuasi barang-barang warga yang rumahnya terendam dan mendata warganya yang terdampak banjir untuk dilaporkan kepada pemerintah kabupaten melalui BPBD.
Lebih Basah
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Haji Asan Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyatakan, kemarau tahun ini lebih basah dari tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan la nina lemah secara global, sehingga hujan masih terjadi meski memasuki musim kemarau.
”Prakiraan kami, awal musim hujan diperkirakan awal Oktober. Memang belakangan ini sering turun hujan dikarenakan kemarau tahun ini lebih basah dari tahun sebelumnya, karena kondisi global untuk tahun ini adalah la nina lemah. Artinya, kemarau tapi sedikit basah," ujar Kepala BMKG Stasiun Haji Asan Sampit Nur Setiawan.
Meski memasuki musim kemarau, di Kotim masih sering turun hujan. Turunnya hujan meski sudah memasuki kemarau, dikarenakan tahun ini kemarau tak ekstrem seperti tahun sebelumnya.
”Kondisi cuaca masih ada potensi hujan ringan, karena saat ini kondisi musim kemarau tidak seperti tahun kemarin," tambahnya.
Nur Setiawan menuturkan, di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, daerah yang kering makin bertambah. Keunikan wilayah Kalimantan umumnya masih di sekitar ekuator yang berdampak pembentukan awan-awan hujan kadang tidak mengenal musim.
”Meski kemarau dan banyak titik panas. Pasti ada hujan minimal sebulan 3-5 kali," imbuhnya.
Menurutnya, saat ini kondisi curah hujan masih banyak atau lebih basah dikarenakan adanya fenomena la nina dalam skala lemah. Fenomena la nina membuat suhu permukaan laut di Indonesia lebih hangat dibanding normalnya.
Pihaknya tetap memperingatkan semua pihak agar mewaspadai ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), meski tahun ini diprediksi kemarau basah atau masih ada potensi hujan. Pada Agustus saja terdeteksi ada 35 titik panas di Kotim.
”Tahun ini potensi hujannya tidak setinggi tahun 2016 dan 2017 lalu. Tingkat kekeringan masih sama, sehingga potensi kebakaran lahan tentu harus tetap diwaspadai,” terangnya. (mex/sla/yn/ign)