TENSI politik di Kotim terus memanas. Bahkan, di lapangan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) terus diembuskan. Kondisi demikian berpotensi semakin memburuk jika tidak cepat diredam dan bisa memancing keributan horizontal di masyarakat.
”Memang benar ini. Saya melihat situasi demikian sudah mulai tidak bisa dikompromi, karena ada oknum yang mengembuskan isu SARA kepada paslon yang bertarung di Pilkada Kotim maupun Pilgub Kalteng," kata Jhon Krisli yang menjabat Ketua Forum Kebangsaan Kotim.
Menurutnya, saling serang antara tim sukses dan pemenangan paslon tidak hanya terjadi di media sosial. Hal itu juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. ”Bahkan saya lihat sangat frontal belakangan ini. Tensi ini tidak bisa dibiarkan. Semuanya harus bisa menahan diri,” tegasnya.
Berkaitan dengan dukungan dari sejumlah tokoh adat, kepala desa, dan organisasi lainnya ke salah satu paslon, Jhon menuturkan, seharusnya dukungan itu tidak membawa nama organisasi guna menjaga stabilitas. ”Ini agar tidak memunculkan gejolak dan perdebatan di kalangan masyarakat, bahkan organisasi itu sendiri," ujarnya.
Dia juga menekankan kepada penyelenggara agar bekerja sesuai koridor. Hal itu penting guna memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat. Sebaliknya, jika penyelenggara, yakni KPU dan Bawaslu tidak bekerja sesuai harapan publik, akan memunculkan polemik dan ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan itu sangat rentan menyebabkan kondisi politik sosial tidak baik di masyarakat.
”Begitu juga kepada ASN, kepala desa, damang, lembaga adat lainnya, upayakan senetral mungkin. Boleh berpolitik, tapi jangan bawa organisasi,” tuturnya.
Jhon mengungkapkan, dalam waktu dekat ini, ormas yang dipimpinnya akan melakukan pertemuan lintas sektoral, komunitas, tokoh adat, dan agama untuk menyamakan persepsi dalam melaksanakan pilkada yang damai dan sehat.
”Kami mengimbau seluruh paslon sama-sama menjaga stabilitas daerah untuk tidak mengarah kepada tindakan memecah belah persatuan dan kesatuan. Pilihan boleh beda, tapi persatuan kita harus yang utama,” tegasnya.
Optimistis Menang
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar Kalimantan Tengah (Kalteng) Abdul Razak optimistis pasangan calon Sugianto Sabran-Edy Pratowo mampu menang dalam Pilkada Kalteng yang akan dilaksanakan Desember mendatang.
Sugianto sebagai petahana tentunya punya konsep pembangunan Kalteng yang dapat dilanjutkan. Ditambah lagi dengan Edy Pratowo yang menjabat Ketua DPRD Pulang Pisau dan bupati selama dua periode, membuat pasangan calon yang diusung Partai Golkar tesebut sangat kuat dalam pengalaman di pemerintahan dan pembangunan daerah.
”Sosok Sugianto Sabran mampu membawa peningkatan yang signifikan bagi Kalteng, baik itu dari aspek perekonomian maupun infrastruktur. Sama halnya dengan Edy Pratowo, juga punya pengalaman besar. Jadi, soal kepemimpinan pasangan ini jelas sudah terbukti,” katanya.
Razak menuturkan, dirinya sudah beberapa kali menjadi ketua tim pemenangan sejumlah pasangan calon yang saat ini sukses menjadi bupati dan wali kota. Dia sangat paham kondisi dan peluang pasangan calon agar mampu keluar sebagai pemenang dalam pesta demokrasi.
”Saya sudah 40 tahun berkiprah di dunia politik dan beberapa kali menjadi ketua tim pemenang pasangan calon. Jadi saya punya penilaian sendiri, sehingga saya optimistis pasangan ini mampu memenangkan pilkada,” ucapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk mendapatkan hati masyarakat di tahun politik ini tidak hanya bisa dilakukan dengan ’menjual’ kata sosok cerdas. Sebab, di Kalteng tidak kekurangan orang cerdas, mengingat setiap orang memiliki tingkat kemampuan dan prestasinya masing-masing.
”Kalau yang selalu digembor-gemborkan adalah calon pemimpin cerdas, saya rasa di Kalteng ini tidak kekurangan orang cerdas. Jadi, istilah pemimpin cerdas jangan dijual untuk menarik simpati masyarakat, karena yang masyarakat lihat adalah segala hal yang sudah terbukti dan terealisasi,” katanya.
Kecerdasan seseorang, ujarnya, tidak dilihat dari prestasinya saja, melainkan dilihat dari pola pikir. Apalagi dalam perjalanannya seorang calon pemimpin harus memperhatikan peta politik, geografis wilayah, dan demografi.
”Apabila ketiga hal tersebut belum terpenuhi, berarti seseorang tersebut belum bisa menjadi pemimpin rakyat,” pungkasnya.(ang/sho/ign)