TEPAT hari ini, pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi-Taufiq Mukri mengakhiri masa tugasnya. Sepuluh tahun lamanya pasangan yang dikenal dengan akronim Sahati ini berjibaku membangun Kotim dengan berbagai permasalahannya.
Sejarah mencatat, banyak warisan yang telah ditinggalkan pasangan yang memimpin selama dua periode ini (2010-2015 dan 2016-2021). Di antaranya, ikon patung jelawat, RSUD dr Murjani Sampit, mal pelayanan publik, rumah jabatan bupati Kotim, dan lainnya.
Menjelang purna tugas, Radar Sampit mewawancarai Supian dan Taufiq secara terpisah. Secara lugas mereka mencurahkan isi hatinya selama jadi pemimpin dengan berbagai dinamikanya. Berikut petikannya (wawancara selengkapnya dengan Supian Hadi bisa disimak di kanal Youtube Radar Sampit).
Bagaimana rasanya menjadi bupati/wakil bupati selama sepuluh tahun?
Supian Hadi (SHD): Menjadi bupati adalah dedikasi saya berikan untuk Kotim dan alhamdulillah, untuk membangun Kotim itu bisa melalui (bidang) apa pun. Jadi pengusaha juga bisa. Dengan menjadi bupati, saya bisa lebih fokus dalam mengambil kebijakan untuk membangun Kotim.
Taufiq Mukri (TM): Rasanya biasa-biasa saja, tetapi itu saya nikmati dan insya Allah kita ikhlas. Kalau menjalaninya dengan ikhlas, maka bernilai ibadah. Jabatan itukan amanah.
Apakah menurut bapak pembangunan di Kotim selama 10 tahun terakhir sukses? Apa indikatornya?
SHD: Sukses tidaknya pembangunan itu dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), tapi kadang masyarakat tidak mengetahui RPJMD, dia tahunya pembangunan merata, baik itu pendidikan, infrastruktur, Kesehatan, lingkungan, dan lain sebagainya. Tetapi, sukses tidaknya saya juga tidak bisa mengukur kemampuan saya sebagai Bupati Kotim, namun yang pasti sukses itu mungkin bisa dikatakan lebih banyak orang yang merasa puas dan kita tidak bisa memuaskan untuk seluruh masyarakat Kotim.
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, yang bisa saya berikan untuk masyarakat Kotim, pertama infrastruktur. Membuka dan menghubungkan jalan antardesa, desa-kecamatan, kecamatan-kecamatan, sampai ke ibu kota kabupaten.
Saya tidak berani mengatakan sukses, tapi saya sesuai dengan hati nurani, sesuai dengan visi dan misi pada saat pencalonan jadi bupati, sesuai dengan tolok ukurannya RPJMD.
TM: Ya, memang RPJMD sekitar 75 persen berhasil. Kita melihat perkembangann cukup baik dibandingkan 10 tahun lalu. Sudah banyak perubahan yang jauh lebih meningkat.
Pembangunan infrastruktur, ekonomi kerakyatan, rasa kebersamaan masyarakan cukup meningkat. Maksudnya, dilihat dari keamanan, kemajuan dari sisi masyarakat. Perekonomian cukup bagus, walaupun saat ini Kotim masih terkendala wabah pandemi Covid-19.
Selama menjabat adakah kebijakan yang sulit dikeluarkan karena adanya pro dan kontra, contohnya kebijakan apa?
SHD: Sebenarnya tidak ada yang sulit. Namanya seorang bupati punya kebijakan, tetapi ada beberapa program-program yang memang dikatakan kontroversial. Dalam arti ini saya melihat Kotim yang dulunya daerah kayu, terus pada saat saya menjabat itu mulai ada tambang dan saya melihat ada beberapa daerah lain, misalnya di Kalimantan, di luar Kalimantan Tengah, kalau mereka mengharapkan hanya kayu dan tambang, itu menjadi masa lalu dan saya tidak ingin menjadi sebuah masa lalu yang nantinya sumber daya alam yang telah digali oleh siapa pun yang berinvestasi di Kotim terus mereka cabut setelah sumber daya alam tersebut hilang.
Makanya, saya mengubah stigma tentang Kotim sebagai kota kayu atau daerah yang penuh dengan ilegal loggingnya. Terus juga saya memulai dengan pariwisata. Saya kembangkan di Kotim, karena beberapa daerah pariwisata di Indonesia saya melihat pertumbuhan ekonominya tetap bertahan, walaupun pada saat masa pandemi Covid-19.
Memang Kotim tidak bisa mengikuti Bali, Surabaya, Malang, Jogja dan lain sebagainya. Kotim membuat pondasi, membuat dasar nantinya. Siapa pun melanjutkan menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kotim agar bisa berpikir, itu bisa berjalan saat 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan bagaimana anak cucu kita 20 - 30 tahun ke depan.
Ini kalau yang berkesinambungan Bupati dan wakil Bupati nanti yang dilantik, pariwisata dikembangkan menjadi sebuah kota wisata. Di samping itu, juga saya berpikir bukan hanya wisata saja, tetapi juga Pendidikan. Di mana saya selaku bupati sangat mendukung adanya kampus-kampus yang berdiri di Kotim dan kami mendukung supaya nantinya Kotim bisa menjadi kota pendidikan.
Saat ini emang Kalimantan Tengah terfokus pada Palangka Raya tetapi tidak menutup kemungkinan Kotim dengan geografis sangat bagus. Saya yakin bisa kita kembangkan kota Pendidikan. Di samping ada sektor jasa. Selain itu, ada eEmpat sektor, yakni jasa, pariwisata, pertambangan, dan perkebunan yang bisa mengangkat Kotim menjadi kota yang lebih maju di Provinsi Kalimantan Tengah.
TM: Waduh, sulit kalau itu. Lebih baik ditanyakan langsung ke Pak Bupati.
Banyak kritikan dan tudingan miring dari berbagai pihak selama Sahati memimpin. Tudingan atau kritik apa yang paling membekas dalam ingatan bapak? Kenapa? Siapa yang menyampaikan itu?
SHD: Mau tahu nggak kritikan itu apa? Saya dibilang senang main cewek, tapi kan wajar seseorang laki-laki, namanya laki-laki normal, tetapi bukannya mempermainkan. Saya dibilang playboy dan lain sebagainya, tapi tidak ada masalah bagi saya.
Saya sudah bersumpah bahwa saya ingin memberikan jiwa raga saya untuk Kotim dan di tahun 2015 saya pernah berjanji di depan konstituen saya, kalau saya tidak akan cari istri kalau sebelum selesai menjadi bupati dan alhamdulillah saya sudah bisa.
Sebenarnya semua laki-laki sama. Perempuan juga sama, karena laki-laki juga butuh pasangan, perempuan juga butuh pasangan. Pada saat menjadi bupati memang saya menjadi public figure yang menjadi sorotan masyarakat Indonesia. Di dunia musik saya punya band, saya seorang vokalis sebelum jadi bupati, vokalisnya sudah cap apa, saya juga menjabat sebagai bupati.
Sebuah tantangan tersendiri untuk membuktikan, mereka memberikan stigma yang dekat kepada saya, tetapi saya tetap berusaha untuk melakukan hal yang banyak positifnya terhadap pembangunan di Kotim. Sebenarnya saya tidak perlu orang tahu di mana, kapan itu, urusan saya, tapi nggak tahu ya ini tim radar Sampit juga sering membuat berita berita Bupati Kotawaringin timur seperti itu, tapi saya juga tidak merasa terganggu dengan hal seperti itu. Saya tidak pernah merasa risih walaupun dengan stigma yang negative. Bagi saya, cukup saya, Tuhan, dan siapa yang dekat dengan saya. Hanya bertiga yang tahu itu urusannya. Belum lagi yang kritikan tentang pembangunan atau kebijakan.
TM: Mungkin terkait pembangunan Ikon Jelawat dan pemagaran di taman kota yang dibangun pagar keliling. Dulu banyak menuai pro-kontra, ada setuju ada yang tidak. Pemerintah katanya membuang duit saja. Tapi, tujuannya bukan itu, kami mengharapkan pembangunan destinasi wisata agar masyarakat Kotim punya tempat hiburan.
Selama jadi bupati/wakil bupati, apakah bapak pernah sangat marah? Pada siapa? Dalam hal apa dan kenapa?
SHD: Selama saya menjabat, nggak pernah marah. Tapi, yang pernah saya marah saat pandemi Covid-19, ketika ada satu korban jiwa pertama. Saya marah dengan tim Covid-19, karena bagi saya satu jiwa, satu nyawa masyarakat Kotim itu lebih berharga daripada seribu nyawa bupati.
Berarti, kalau ada yang meninggal, kegagalan saya selaku ketua tim gugus tugas untuk memanajemen jajaran di bawah. Kok bisa sampai ada korban jiwa?
Bagi saya nyawa masyarakat Kotim bagian utama yang harus diselamatkan. Selama saya menjadi seorang Bupati Kotim, itu marah saya.
TM: Gak pernah marah. Semuanya bagus saja.
Suka duka selama menjadi bupati/wakil bupati?
SHD: Kalau berbicara sukanya, sukanya tuh apa ya? Saya piker, saya menikmati pekerjaan saya selaku Bupati Kotawaringin Timur. Menjalankan keseharian jadi Bupati Kotim dengan nyaman dan mungkin bisa dikatakan sukanya di situ. Menjadi bupati adalah sebuah amanah yang harus saya tanggung di akhirat.
Dukanya adalah cerai (dengan Iswanti). Seorang pemimpin, seorang bupati harus menjadi contoh panutan bagi masyarakat, tapi ternyata saya orang nomor satu, saya orang pertama yang memberikan contoh tidak baik buat masyarakat. Paling berduka, ya tadi itu, bercerai.
TM: Sukanya, pertama disenangi masyarakat. Kalau ada 100, paling 4 atau 5 orang saja yang tidak suka. Wajar saja. Kedua, saya selaku wabup dapat menjalankan amanah dengan baik. Tidak ada beban. Semua pekerjaan dilaksanakan hati ikhlas dan baik, dan ketiga Sahati selalu rukun.
Dukanya, namanya wakil bupati selalu melaksanakan tugas dan harus siap. Ketika bupati tidak bisa, menghadiri saya yang menghadiri.
Apa Langkah selanjutnya setela jadi bupati/wakil bupati?
SHD: Saya tidak pernah jenuh dalam melakukan apa pun, tetapi saya juga perlu rehat. Perlu istirahat dalam keseharian saya. Mungkin tiga bulan saya mau istirahat dulu.
Selama saya menjadi seorang pejabat, apalagi menjadi bupati, 95 persen itu buat masyarakat, hanya 5 persen buat keluarga.
Sekarang saya mungkin 99 persen untuk keluarga. Selama saya tidak menjabat bupati, selama 3 bulan itu saya akan fokus ke keluarga, khususnya ingin membimbing anak-anak dan ingin bisa bersama dengan keluarga. Ke depan, saya akan kembali menjadi seorang pengusaha, tapi pokoknya tiga bulan saya mau rehat dulu.
TM: Saya kembali menjadi masyarakat biasa. Mungkin menjadi tokoh masyarakat atau tokoh agama yang menjadi teladan yang baik. Belum ada niat berbinis. Menunggu saja. Kalau ada yang mau mengajak berbisnis, saya siap saja. Siapa tahu Pak Bupati mau mengajak berbisnis. (yn/hgn/ign)