Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sukamara bekerja sama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Kalimantan Timur (Kaltim), melakukan identifikasi terhadap benda dan situs yang diduga cagar budaya. Berikut beberapa kajian dan rekomendasi BPCB Kaltim terhadap benda dan situs itu.
FAUZIANNUR, Sukamara
Di Balai Riam terdapat sebuah batu yang di atasnya terdapat cekungan mirip tapak kaki manusia. Masyarakat setempat menyebutnya Batu Bungkas. Batu itu berada di tengah hutan.
Terdapat tiga tapak yang ditemukan. Akan tetapi, hanya dua yang teridentifikasi. Diperkirakan tapak tersebut merupakan kaki sebelah kanan dan sebelah kiri. Jarak keduanya sekitar satu meter.
Posisi tapak kaki tersebut sejajar. Tapak kaki kanan berada di sebelah kiri ketika seseorang menghadap ke arah barat. Ukuran panjang luarnya 34 cm, panjang dalam 24 cm, dan lebar 17 cm, serta lebar yang diperkirakan posisi tumit 10 cm. Ukuran kaki kiri berada di sebelah kanan ketika seseorang menghadap arah barat memiliki panjang 30 cm, lebar 10 cm, dan lebar tumit 8 cm. Batu tersebut ditumbuhi lumut.
Menurut identifikasi dan informasi yang dikumpulkan Disdikbud Sukamara bersama BPCB Kaltim, terdapat dua versi sejarah tentang keberadaan batu itu. Pertama, beberapa orang meyakini batu merupakan tempat bertarung seorang yang sakti bernama Bungkas.
Posisi kaki diperkirakan posisi kanan dan kiri, yang menjadi penyangga badan mereka berdua (kuda-kuda). Versi kedua diceritakan bahwa batu merupakan penutup lubang harimau yang digunakan oleh Bungkas dan Pegawai dan untuk memadatkan batu tersebut ke dalam lubang menggunakan tekanan kaki mereka.
”BPCB Kaltim merekomendasikan perlunya referensi terkait sejarah tapak kaki di batu itu. Perlu adanya kajian terhadap nilai budaya objek tapak kaki agar didapatkan tingkat pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Sebaiknya lokasi objek dibersihkan dari tanaman agar dapat mempertahankan kondisinya,” kata Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Sukamara Dwie Orchidaningsih.
Berikutnya, ada makam Patih Pait, seseorang yang berjasa membangun Desa Natai Sedawak. Patih Pait diutus Pangeran Sukarma untuk pindah ke Rimba Bulian dan membangun desa tersebut.
Setelah desa Rimba Bulian berkembang, nama desa diubah menjadi Natai Sedawak. Makam Patih Pait berada di halaman pemakaman umum yang sudah tidak dimanfaatkan. Areal makam tersebut banyak ditumbuhi semak belukar, sedangkan makam Patih Pait mulai mengalami degradasi dan ditumbuhi lumut.
Seluruh jirat makam Patih Pait terbuat dari kayu ulin yang memiliki ukuran panjang 126 cm, lebar 44 cm, dan tinggi 28 cm, serta tebal penutup jirat 4 cm. Makam ini memiliki orientasi kepala (di arah utara) dan kaki (di arah selatan). Terdapat sebuah nisan yang bertipe pipih di sebelah selatan.
”Kami melakukan pendataan literatur terkait sejarah terbentuknya wilayah Natai Sedawak dan terkhusus mengenai sejarah Patih Pait dan peranannya di Sukamara. Pemerintah daerah direkomendasikan mengangkat juru pelihara yang menjaga dan membersihkan makam,” kata Dwie Orchidaningsih menyebut hasil rekomendasi BPCB Kaltim. (***/ign/bersambung)