Kualitas udara di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) mulai menurun. Bau asap sudah mulai tercium, diiringi kabut asap tipis yang menyelimuti Kota Pangkalan Bun, Selasa (5/9). Diduga kabut asap yang terjadi hingga siang hari itu diakibatkan tingginya intensitas kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kepala Stasiun Meteorologi (Stamet) Bandara Udara Iskandar Pangkalan Bun Aqil Ikhsan mengatakan, berdasarkan grafik PM 2,5 atau Particulate Matter 2.5 yang merupakan salah satu tipe polusi paling berbahaya yang berbentuk debu sangat kecil dan dapat masuk ke paru-paru, menunjukkan grafik kualitas udara di Kobar dalam kategori sedang.
”Tabel PM 2.5 Kota Pangkalan Bun pada pukul 12.49 WIB siang berada di parameter 19.6 atau sedang,” katanya. Dia menjelaskan, berdasarkan keterangan konsentrasi PM 2.5 0-15.5, menunjukkan kualitas udara dalam keadaan baik, 15.6-55.4 sedang, 55.5-150.4 tidak sehat, 150.5-250.4 sangat tidak sehat, dan 250.4 kategori berbahaya.
Menurutnya, kabut asap tipis terdeteksi di Desa Pasir Panjang. Hal itu wajar, mengingat sensor PM 2.5 berada di wilayah tersebut. Meski demikian, cukup mewakili wilayah Kobar. ”Namun, untuk wilayah tertentu, semisal wilayah yang berdekatan dengan karhutla, bisa jadi lebih buruk kondisi kualitas udaranya,” ungkapnya. Aqil menambahkan, alat deteksi kualitas udara tak hanya dimiliki BMKG, tetapi juga DLH yang dipasang di kawasan Bundaran Pancasila. Terkait cuaca panas, meski matahari tidak bersinar terik, diakibatkan kondisi tutup awan dan asap karhutla. ”Kondisi tutup awan dan asap karhutla memengaruhi sinar matahari ke bumi,” jelasnya.
Data Lahan
Sementara itu, semua camat dan lurah di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) diperintahkan mendata pemilik lahan terbakar dan masuk dalam data kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini menyusul tingginya angka karhutla di wilayah perkotaan saat ini. Bupati Kotim Halikinnor mengatakan, lahan terlantar dan tidak dipelihara menjadi biang masalah kebakaran tersebut. Kondisi itu berbanding terbalik dengan di wilayah pelosok, pemilik lahan berjaga lahannya masing-masing agar tak dilalap api.
”Kami sudah meminta pihak kelurahan dan kecamatan melakukan pendataan pemilik lahan yang lahannya terbakar. Namun, memang sampai saat ini upaya tersebut belum maksimal dilaksanakan,” kata Halikinnor. Menurutnya, dengan melakukan pendataan pemilik lahan yang terbakar, diharapkan pihak kelurahan atau kecamatan memberikan imbauan serta sosialisasi kepada para pemilik lahan agar merawat lahannya.
”Meski mereka memiliki kuasa atas lahan tersebut dengan kepemilikan sertifikat, namun mereka juga mempunyai kewajiban melakukan perawatan terhadap lahan agar tidak menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Apalagi sampai menyebar ke pemukiman warga,” tegasnya. Dia menambahkan, sampai saat ini, polisi masih terus melakukan pemantauan. Apabila ditemukan ada oknum pembakar lahan, hal itu bisa masuk ranah pidana dan ada undang-undang yang mengaturnya. ”Kami juga mengimbau agar masyarakat turut aktif menjaga lingkungan dengan tidak membakar lahan ataupun memantik api sekecil apa pun itu. Karena yang saya lihat belakangan ini, kebakaran lahan terjadi dekat dengan permukiman, yang terindikasi dibakar dengan sengaja,” ujarnya.
Dia berharap agar masyarakat juga melaporkan ketika melihat ada oknum yang membakar lahan. Walaupun api masih kecil, bisa berpotensi semakin membesar jika terus dibiarkan. (tyo/ang/ign)