PANGKALAN BUN – Dalam rangka memperkuat sektor-sektor potensial seperti pertanian, perikanan, pariwisata, dan industri kreatif berbasis Green Economy dan Blue Economy, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) menggelar rapat pengembangan produk gula semut aren, Senin (02/12/2024).
Rapat ini dipimpin Kepala Bappedalitbang, Juni Gultom, dan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM, serta tokoh masyarakat.
Juni Gultom menyampaikan, pengembangan gula semut aren menjadi bagian dari upaya mendukung ekonomi desa secara berkelanjutan. Wilayah Kotawaringin Lama dinilai memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk ini.
"Kami berharap gula semut aren dapat menjadi produk unggulan daerah yang mendukung perekonomian masyarakat desa sekaligus ramah lingkungan," ujar Juni.
Dalam rapat tersebut, Marijan, selaku penggerak pembuatan gula semut nipah dari Desa Sabuai, berbagi kisah suksesnya.
Berkat inovasi ini, Desa Sabuai meraih Juara I Lomba Desa Tingkat Nasional, mengungguli ribuan desa di Kalimantan dan Sulawesi. Marijan mengungkapkan, keberhasilan ini tidak terlepas dari kerja keras selama sembilan bulan mempelajari produksi gula semut secara otodidak, hingga akhirnya mendapat dukungan dari NGO dan perguruan tinggi seperti Universitas Gajah Mada (UGM) untuk pelatihan, bantuan alat, dan pemasaran.
Namun, tantangan besar dihadapi Kotawaringin Lama dalam mengembangkan gula aren. Salah satunya adalah terbatasnya pohon aren yang kini banyak digantikan perkebunan sawit.
Pohon aren membutuhkan waktu hingga 20 tahun untuk menghasilkan nira, berbeda dengan pohon nipah yang hanya membutuhkan waktu lima tahun dan tumbuh subur di kawasan pesisir. Hal ini menjadikan nipah lebih potensial untuk produksi gula semut secara berkelanjutan.
Desa Sabuai juga telah mengambil langkah strategis dengan mengusulkan 512 hektare kawasan HPK (Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi) menjadi Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan.
Langkah ini bertujuan untuk mendukung produksi bahan baku gula semut sambil menjaga ekosistem sesuai prinsip Green Economy. Model pengelolaan ini diharapkan dapat direplikasi ke desa-desa lain yang memiliki potensi serupa.
Juni Gultom menekankan pentingnya penyusunan roadmap untuk mengatasi berbagai tantangan seperti kurangnya SDM terampil, akses infrastruktur yang belum memadai, serta dampak perubahan cuaca pada kualitas nira.
“Kami berkomitmen memberikan pendampingan bagi desa-desa potensial agar dapat mereplikasi keberhasilan Desa Sabuai,” pungkasnya. (sam/fm)