SAMPIT – Mabes Polri siap turun ke daerah, termasuk Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) untuk mengusut perusahaan tambang bermasalah. Pelanggaran itu termasuk belum dibayarnya reklamasi, namun tambang telah beroperasi. Di sisi lain, izin perusahaan batu bara PT WMGK yang telah melakukan pengiriman dinilai tidak prosedural.
”Memang tidak menutup kemungkinan ada perusahaan tambang nakal yang lepas dari pengawasan pemerintah pusat. Tapi kita tidak bisa berandai-andai menentukan pelanggaran dan memberikan penindakan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Agus Rianto, Kamis (15/10).
Agus menegaskan, Polri siap mengusut laporan apabila benar terjadi pelanggaran di lapangan. ”Kalau ada laporan, Polri harus cek dulu kebenarannya. Apabila memang ditemukan ada (pelanggaran), itu pasti ditindak," katanya.
Terpisah, Koordinator Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas mempertanyakan izin PT Wahyu Murti Garuda Kencana (WMGK) yang dinyatakan sudah clear and clean. Menurutnya, perusahaan itu masih bermasalah, mulai dari tumpang tindih lahan, ganti rugi, jaminan reklamasi, dan izin terminal khusus yang belum tuntas. Dia menduga ada pejabat di Kotim yang terlibat dalam sengkarut masalah ini.
Menurutnya, ada unsur kesengajaan melindungi perusahaan tambang itu hingga bisa clear and clean. Padahal, seperti diketahui, sebuah perusahaan bisa dinyatakan clear and clean dengan catatan harus memenuhi hak dan kewajibannya terlebih dahulu.
”Jelas clear and clean itu jaminan reklmasi sudah tuntas, ada dokumen reklamasinya karena dalam UU itu ada wajib melakukan itu di lahan tambang,” tegas aktivis lingkungan Kalteng ini.
Perizinan yang tidak prosedural, lanjutnya, bisa menjadi celah bagi KPK untuk menelisik. ”Seharusnya (operasional) perusahaan dihentikan dulu, lakukan secara prosedural,” tegasnya.
Untuk tersus pelabuhan tambang, kata Arie, izinnya juga harus tuntas. Selain itu, Badan Lingkungan Hidup (BLH) juga harus aktif mengecek kondisi sungai yang kini dikeluhkan masyarakat. Keruhnya air dinilai terjadi setelah tongkang batu bara beroperasi. ”Ini merupakan bagian dari rona lingkungan akibat perusahaan tambang,” ujarnya.
Warga Desa Kabua, Kecamatan Parenggean, Duan, mengatakan, pihaknya telah melepaskan tugboat dan tongkang yang ditahan sejak beberapa hari lalu. Itu setelah ada kesepakatan dengan pihak perusahaan dan akan melakukan pertemuan terkait masalah ganti rugi. Selain itu, mencari solusi keruhnya sungai yang digunakan sehari-hari.
Izin Lengkap
Direktur PT WMGK Ivan Wijaya menegaskan, pihaknya telah memiliki izin lengkap, yakni berupa IUP Produksi yang diterbitkan pada 2014. ”Setelah IUP Produksi terbit, kita mengurus sertifikat clear and clean,” ungkap Ivan Sanjaya saat jumpa pers, kemarin.
Menurut Ivan, sertifikat clear and clean terbit pada 30 April 2015 dari Dirjen Mineral dan Batu Bara. Kemudian terbit pengakuan eksportir terdaftar batu bara dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri.
Selain itu, Ivan menambahkan, pihaknya sudah memiliki arahan lokasi tersus dari Bupati Kotim Supian Hadi yang diterbitkan 10 Februari 2015 serta mengurus rekomendasi dari gubernur. ”Dan sudah keluar surat rekom dari Gubernur Kalteng pada 23 juli 2015,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, ada surat dari Kementerian Perhubungan Laut pada 9 Oktober 2015 yang intinya, tersus WMGK sudah bisa operasional. ”Kita minta klarifikasi dengan Dirjen Perhubungan dan Kelautan untuk memberikan surat kepada kami yang menyatakan bisa operasional,” katanya.
Lebih lanjut Ivan mengatakan, pihaknya telah mengurus izin itu sejak 2008 lalu. Pada 2011 terbit IUP eksplorasi dari Bupati Kotim dan pada 2014 terbit IUP Produksi. Mereka tidak ikut lelang lantaran saat proses pengurusan izin belum ada peraturan tersebut.
Saat ini, kata Ivan, tersus PT WMGK masih dalam proses dan semua persyaratan telah dipenuhi, tinggal menunggu surat izin keluar. ”Makanya kita bisa operasional itu,” jelasnya.
Pihaknya menginginkan tersus PT WMGK menjadi percontohan. ”Sudah dicanangkan Dirjen Perhubungan maupun dari pihak provinsi,” katanya.
Terkait reklamasi, menurut Ivan, memang masih dalam proses dan menunggu dari Distamben Provinsi. ”Kita sudah konsultasi, bukan tidak mau bayar, namun dari pendapat mereka kita masih lakukan kegiatan. Dari sekian luasan, kita baru 40 hektare saja,” pungkasnya.
Diduga Ada Main Mata
Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli menduga, sejumlah tongkang pengangkut batu bara milik PT WMGK ilegal. Dia mensinyalir ada permainan sehingga bisa tongkang itu bisa lolos dan keluar izinnya.
”Seharusnya, ketika izin pelabuhan belum ada, pihak Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) tidak boleh menerbitkan izin berlayar. Jadi wajar kalau di sini diindikasikan ada suap-menyuap, karena surat izin berlayar (SIB) yang diterbitkan tidak didasari dengan izin tersus,” ujar Jhon, Kamis (15/10).
Jhon menegaskan, DPRD akan segera mengundang semua pihak terkait, baik KSOP, Dinas Pertambangan dan Energi, BLH, Dishubkominfo, Polair, dan beberapa instansi lainnnya. Tidak hanya persoalan izin tersus yang dipertanyakan, namun proses keluarnya izin tambang dari Pemkab Kotim. Pasalnya, sektor pertambangan di Kotim dinilai banyak bermasalah dan sudah menyita perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
Menurut Jhon, keluarnya izin usaha pertambangan (IUP) PT WMGK bisa saja tak sesuai perundang-undangan. Sebab, sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, IUP untuk minerba dilakukan melalui lelang yang implementasinya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
”Setelah Mei 2010 tidak boleh ada izin yang tanpa lelang. Kalau izin diterbikan di atas 2010 dengan tidak mealui proses lelang, maka melanggar aturan perundang-undangan tersebut,“ tegasnya. (elf/co/ang/ign)