PANGKALAN BANTENG - Meski tata cara penggunaan tabung elpiji 3 kilogram secara aman sudah disosialisasikan oleh Pertamina, sejumlah warga di Kecamatan Pangkalan Banteng masih takut menggunakannya. Mereka was-was akibat pemberitaan media terkait ledakan gas elpiji bersubsidi tersebut.
”Setelah dicoba, langsung saya lepas dan saya masukkan ke kardus lagi. Masih takut menggunakannya,” ungkap Narni, warga yang baru sepekan ini mendapatkan jatah kompor dan tabung elpiji dari program konversi minyak tanah ke gas, Minggu (18/10) pagi.
Narni setiap hari menggunakan kompor minyak tanah untuk berjualan makanan di kampungnya. Meski sudah dapat elpiji, tapi dia belum tahu pasti kapan akan menggunakan kompor gas bantuan pemerintah tersebut.
”Belum tahu kapan, mungkin nunggu minyak tanah tidak dijual lagi. Sementara tabung dan kompor saya simpan dulu. Masih belum yakin untuk beralih ke elpiji,” katanya lagi.
Selain masih takut menggunakannya, hingga kini harga resmi untuk isi ulang gas elpiji ukuran 3 kilogram tersebut belum dikeluarkan oleh Pertamina.
Kepala Desa Natai Kerbau Suwarmi yaang warga desanya baru saja mendapatkan sosialisasi dan pembagian elpiji 3 kilogram itu juga masih bingung perihal tempat penjualan isi ulang elpiji 3 kg dan kisaran harganya.
”Sama, saya juga belum dapat informasi, tiap warga yang tanya saya minta untuk menunggu info selanjutnya. Tapi kata petugas sosialisasi kemarin itu, elpiji akan dipasok oleh distributor resmi dari Pangkalan Bun,” ujarnya.
Belum diketahuinya harga elpiji saat ini dikhawatirkan bisa menjadi permainan pengecer elpiji 3 kilogram yang tidak resmi. Harga yang dipatok dikhawatirkan bisa melambung tinggi jika Pertamina tidak segera bertindak dengan membentuk pengecer resmi di tiap desa.
”Kalau bisa secepatnya, elpiji sudah dibagikan. Dan jika dipakai tentu akan habis. Kemudian jika tidak ada pengecer resminya, kan kasihan warga kalau diminta beli di pengecer tak resmi. Harganya mahal bisa sampai Rp 40 ribu per tabung,” terangnya. (sla/yit)