SAMPIT – Penghentian serampangan aktivitas galian C lantaran tak berizin berdampak pada terjadinya transaksi jual-beli pasir dan tanah uruk secara diam-diam. Tentu saja dengan harga tinggi lantaran minimnya pasokan. Polres Kotim pun mengaku siap menindak hal tersebut.
”Untuk yang jual pasir diam-diam ini nanti bisa ditindaklanjuti lagi, karena kita ketahui pengusaha galian C belum berizin,” kata Kasat Reskrim Polres Kotim Erwin TH Simatupang, kemarin.
”Dalam hal ini Polres hanya bisa melakukan penertiban. Untuk menutup galian C, kami tidak berhak. Kalau ada yang melanggar nanti akan kami tertibkan lagi,” ujarnya.
Dijelaskan Erwin, lokasi galian C di Sampit sangat banyak. Mulai dari Jalan Jendral Sudirman kilometer 9 sampai kilometer 20, dan semuanya tidak berizin. Sehingga wajar saja dilakukan penertiban. ”Terkait galian C sudah ada satu yang diperiksa di Polres Kotim,” jelasnya.
Sementara itu, penertiban galian C justru akan berdampak pada pembangunan di Kotim. Namun hal tersebut tidak dibenarkan, karena selama ini galian C di Kotim ilegal. ”Harusnya para pengusaha kalau mau jalan lagi aktivitasnya segera urus perizinan,” bebernya.
Erwin mengaku, ada sopir yang menemui dirinya terkait penertiban galian C. Namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa karena memang pengusaha tidak memiliki izin lengkap. ”Sempat ada sopir yang menemui saya, tapi saya kembalikan lagi karena galian C ini tidak ada izinya semua,” terangnya.
Untuk urusan perizinan, sebenarnya Pemkab Kotim sudah berjanji mempermudah dan mengantar secara langsung berkas perizinan galian C ke Pemprov Kalteng. Sejauh ini ada lima pengusaha yang mau mengurus izin. Namun, baru tiga yang memasukan berkas.
”Yang pasti besok (hari ini) berkas pengajuan izin itu rencananya disampaikan kepada pemprov. Ada tiga yang sudah lengkap,” kata Asisten II Setda Kotim, Halikin Noor kepada Radar Sampit, Rabu (26/4) kemarin.
Halikin menyebutkan, sebenarnya ada 13 lokasi yang menjadi sumber bahan galian C. Namun, ternyata sebagian masuk dalam kawasan hutan dan areal permukiman penduduk. Seperti di Jalan Jenderal Sudirman km 9 sampai km 12.
”Yang pertama ini disampaikan ke provinsi adalah yang kawasannya APL. Karena ini sifatnya mau cepat, dan provinsi janjinya seminggu bisa selesai,” kata Halikin.
Sejauh ini, kata dia, Pemkab Kotim sudah memangkas alur perizinan, yakni rekomendasi bupati dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) ditiadakan. Pemkab Kotim melalui Bagian Ekonomi dan Dinas Perizinan Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) akan mengantarkannya ke provinsi.
”Yang mengantarkan juga langsung pemkab, kami mengupayakan prosesnya secepat mungkin,” kata Halikin.
Kandidat kuat Sekda Kotim pengganti Putu Sudarsana itu menyebutkan, ketika nantinya dokumen perizinan sudah dikantongi maka tidak serta merta langsung bisa beroperasi dan menjual hasil galian C. Pemkab bersama pihak terkait akan merapatkan soal harga. Apalagi yang berkaitan dengan pekerjaan proyek pemerintah, sebab sudah ada ditentukan dalam harga satuan (basic price).
”Harganya tentu mengalami kenaikan karena ada biaya-biaya yang dikeluarkan seperti dana jaminan reklamasi, biaya retribusi. Pastinya pemerintah akan merapatkan itu lagi,” kata dia.
Halikin tetap menegaskan agar para pengusaha bersabar menunggu proses perizinan itu. Sebab, jika sudah lancang beroperasi tanpa izin, pemerintah daerah tidak akan bertanggung jawab. ”Kami tetap tegaskan sampai proses di pemerintah ini selesai, baru bisa beraktivitas,” kata dia. (rin/ang/dwi)