PANGKALAN BUN – Helikopter MI-8 yang melakukan pengeboman air untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), memergoki oknum warga yang kembali lakukan pembakaran. Warga yang belum diketahui identitasnya itu melakukan pembakaran di kawasan TNTP yang masuk wilayah Sekonyer.
Anggota tim gabungan pemadam kebakaran yang saat itu mencoba mendekat, kehilangan jejak. Pelaku lari menuju kawasan perkebunan kelapa sawit. Komandan Lapangan Udara (Danlanud) Iskandar Letkol (Pnb) Jhonson Henrico Simatupang mengatakan, aksi pembakaran tersebut terpantau anggotanya yang saat itu melakukan operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan menggunakan helikopter MI-8 di kawasan TNTP.
”Terpantau heli MI-8 yang sedang melakukan water bombing, tapi ketika coba dihampiri, rupanya sudah keburu kabur ke wilayah perkebunan kelapa sawit,” katanya, Jumat (30/10).
Untuk tindak lanjutnya, pihaknya telah berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Tanjung Puting agar segera bertindak ke lokasi yang telah diketahui titik koordinatnya.
”Koordinat lokasi sudah diketahui dan saat itu juga kita langsung koordinasi dengan BTN Tanjung Puting,” katanya.
Terpisah, Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Putting Heru Rahardjo mengatakan, tindak lanjut informasi tersebut kini telah dilakukan. Pihaknya telah menghubungi Kepala SPTN III Kumai untuk bergerak menuju lokasi yang dimaksud. ”Langsung kita tindak lanjuti dan kita akan telusuri lokasi sesuai petunjuk yang telah kita dapat,” katanya.
20 Ribu Hektare Hangus
Sementara itu, Balai TNTP mencatat, lahan yang terbakar di kawasan TNTP seluas 20 ribu hektare. Kebakaran tahun ini merupakan yang terparah dan mencakup dua kabupaten, yakni Kobar dan Seruyan. Meski demikian, orangutan masih aman dari amukan api di TNTP.
Heru Rahardjo mengatakan, kebakaran lahan di TNTP terjadi setiap tahun. Tahun ini pihaknya kewalahan memadamkan api. Jumlah titik api yang terdeteksi sejak Juli, yakni 1 titik, Agustus 19 titik, September 83 titik, dan Oktober 107 titik.
”Dengan banyaknya titik api dan lokasi berhadapan dengan pantai, membuat tiupan angin semakin kencang dan membuat sebaran api meluas,” kata Heru Rahardjo, kemarin (30/10).
Dia menuturkan, lahan yang terbakar tersebar di lokasi berbeda. Wilayah yang paling parah di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) III, seperti sungai cabang, Sungai Teluk Pulai Beguruh I dan Beguruh II. Lahan itu termasuk areal gambut yang mengering. Bahkan, Sungai Perlu yang masuk Kabupaten Seruyan juga banyak terdapat titik api.
”Wilayah tersebut hanya lahan yang terdapat ilalang saja. Kemudian untuk yang hutan di wilayah padang sembilan dan itu hanya sedikit saja, kisaranya 2.000-an hektare,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, hujan yang mulai mengguyur di Kobar, cukup membantu upaya pemadaman, sehingga kebakaran tidak meluas sampai di dalam hutan yang terdapat banyak orangutan.
”Orangutan selalu kita awasi dan kebetulan di wilayah camp leakey dan pesalat tidak terbakar, sehingga orangutan aman. Di situ juga ada penjagaan, baik orang dari balai dan juga para relawan, sehingga tidak terbakar,” jelasnya.
Menurutnya, areal itu masuk kawasan peading orangutan. Jika sampai terbakar, sangat berbahaya mengingat TNTP merupakan milik dunia internasional. TNTP telah dijadikan sebagai cagar biosfir tingkat internasional, sehingga tanggung jawabnya sangat besar.
Heru menambahkan, jika ekosistem tidak dikembalikan seperti semula, hal itu akan terulang lagi. Saat ini struktur tanah mengering, seharusnya perusahaan yang berada di dekat TNTP memperhatikan aturan sebelum membuka lahan, yakni harus ada jarak 1 kilometer yang dibuat semacam sodetan, sehingga volume air tetap pada ketinggian yang standar dan areal gambut tetap basah.
”Sementara perusahaan yang dekat TNTP langsung dibuka dan tanpa memperhatikan ekosiatem yang ada. Harus ada koridor sebagai penyangga serapan air," jelas Heru.
Heru menyayangkan adanya perda yang memperbolehkan masyarakat membuka lahan dengan cara membakar dengan luas 2 hektare. ”Aturan itu harus ditinjau ulang karena setahu saya, jika masyarakat yang mengerti teknik membakar, tidak mungkin menyebar ke mana-mana. Bahkan dilakukan pada malam hari, bukan siang hari, apalagi saat angin kencang, ya jelas mudah merembet," kata Heru.
Saat kebakaran terjadi, Bupati Kobar Bambang Purwanto turut meninjau langsung. Bambang prihatin atas kebakaran tersebut. ”Di sana alat sangat minim. Hanya saja, para relawan mematikan api dengan menggunakan daun, bahkan sebagian menyemprot air dengan pelaratan seadanya,” terang Bambang.
Ke depan, pihaknya bakal lebih fokus untuk masalah kebakaran hutan. Terlebih di TNTP terdapat orangutan yang mestinya harus dilindungi. ”Kalau hutan habis, mereka secara perlahan juga habis karena hutan sebagai tempat berlindung habis ditebang dan terbakar,” tandasnya. (sla/rin/ign)