PALANGKA RAYA - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) batalkan hasil pemilihan rektor UPR dan instruksikan dilakukan pemilihan ulang. Pasalnya, pemilihan senat tidak sesuai dengan statuta dan dinilai tidak netral dalam melakaanakan pemilihan Rektor UPR.
Ketidaksesuaian pengangkatan anggota senat tersebut disampaikan Kemenristekdikti kepada Ketua Senat UPR melalui surat 4255/A.A2/KP/2017 tanggal 2 Oktober 2017. Surat tersebut menerangkan "bahwa proses pengangkatan Anggota Senat tidak sesuai dengan statuta, hal ini akan berdampak pada keabsahan yang diterbitkan oleh senat, tentang bakal calon rektor".
Kemenristekdikti kemudian meminta agar pemilihan rektor UPR periode 2017-2021 diulang. Hal itu sesuai dengan surat Kemenristekdikti Nomor 4296/A.A2/KP/2017 tertanggal 4 Oktober 2017 tentang pemilihan Rektor UPR. "Sehubungan dengan hal itu, agar proses pemilihan Rektor UPR periode 2017-2021diulang dengan melakukan kembali proses pemilihan anggota senat yang berasal dari Wakil Dosen dan selanjutnya melakukan kembali proses pemilihan rektor".
Sementara itu, salah satu Anggota Senat yang dijegal Prof Sidauruk menilai sejak awal proses pemilihan anggota senat tidak prosedural. Akibatnya Prof Sidauruk dilengserkan dari anggota senat untuk memuluskan salah satu calon rektor.
Marasa dirugikan Prof Sidauruk melakukan gugatan ke PTUN. Setelah menjalani sidang Prof Sidauruk memenangkan gugatan terhadap rektor UPR yang mengeluarkan SK pemberhentian Prof Sidauruk dari anggota senat.
"Sejak awal kita melihat memang ada ketidaksesuaian. Pertama saya dikeluarkan dari anggota senat. Saya gugat dan saya memenangkan gugatan itu, karena memang tidak sesuai prosedur," pungkas Prof Sidauruk. (arj)