PALANGKA RAYA – Pelaksanaan Sosialisasi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Kreatif Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2017 di Kalteng, berlanjut ke titik ke lima sosialisasi dilaksanakan Kelurahan Tangkiling Kecamatan Bukit Batu, Minggu (5/11).
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Anggota Komisi IX DPR-RI, Hang Ali Saputra Syah Pahan, Perwakilan BKKBN Pusat Nerius Ignasius, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Tengah Kusnadi, Perwakilan BKKBN Kota Palangka Raya, Polsek Bukit Batu setempat dan perangkat daerah setempat serta masyarakat.
“Penting bagi masyarakat untuk memahami program keluarga berencana secara utuh sehingga masa depan generasi akan menjadi lebih baik,” kata Hang Ali yang berasal dari Kalteng ini.
Ia menyebut, sosialisasi ini sebagai wujud penguatan komunikasi bahwa keluarga berencana akan mewujudkan keluarga bahagia, sejahtera dan berkualitas. Termasuk menjaga agar istri tetap sehat dengan jeda kehamilan yang tepat.
“Komunikasi dalam keluarga sangatlah penting, pembinaan orang tua kepada anaknya harus dilakukan dengan baik. Kita tahu kondisi saat ini berbeda dengan kondisi dulu, dengan banyak anak bisa membuat mereka kurang terurus, orang tua harus bekerja lebih keras guna mencukupi kebutuhan keluarganya, sehingga waktu untuk mencurahkan kasih sayang pada anak menjadi berkurang,” jelasnya.
Lain halnya dengan keluarga yang hanya memiliki dua anak, mereka akan lebih santai dalam bekerja, lebih banyak waktu untuk memberikan perhatian serta mendidik anak-anak mereka dirumah.
“Sehingga anak merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tuanya. Pepatah yang mengatakan bahwa banyak anak banyak rejeki tak selamanya benar, banyak anak justru dapat membuat anak-anak kurang mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan manfaat KB berarti keluarga dapat menyelamatkan kehidupan serta meningkatkan status kesehatan ibu dan anak,” sambungnya.
Sekarang ini, banyak sekali kita jumpai anak-anak dibawah umur yang harus ikut banting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Mereka harus rela meninggalkan bangku sekolah hanya untuk bekerja membantu kedua orangtuanya yang kurang mampu. (fta/vin)