Usulan Pemkab Barito Utara agar Panglima Batur dianugerahi gelar pahlawan nasional belum dikabulkan Kementerian Sosial. Diperlukan data yang lebih komprehensif mengenai riwayat perjuangannya, terutama dalam Perang Barito.
ALWANDI FIBRIANTO, Muara Teweh
PANGLIMA Batur merupakan sosok yang melegenda di wilayah DAS Barito. Pejuang dari suku Dayak ini gigih melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda.
Batur bin Barui lahir tahun 1852 di Desa Buntok Kacil, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara (Batara). Dia merupakan tangan kanan Sultan M Seman, anak Pangeran Antasari (Pahlawan Nasional asal Kalimantan Selatan).
Sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa perjuangannya, kini telah berdiri monumen Panglima Batur di dalam Kota Muara Teweh, yang letaknya berada di dekat Bundaran Air Mancur yang merupakan pusat kota Muara Teweh. Monumen ini sengaja dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Batara sebagai menjadi Icon kota, juga agar masyarakat terus mengenang jasa perjuangannya.
Kisah tentang Panglima Batur juga telah dibukukan oleh Mukeri Inas, dengan judul ”Perjuangan Panglima Batur dan Sultan M Senan dalam Sejarah Perang Barito Tahun 1865-1905.”
Pemerintah Kabupaten Batara juga telah mengusulkan agar Panglima Batur ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Namun usulan itu ditolak oleh Kementrian Sosial, sesuai suratnya Nomor 37/DYS/01/2017 tanggal 18 Janurai 2017 yang menyebutkan bahwa Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) telah melakukan sidang penelitian atas usulan calon pahlawan nasional atas nama Panglima Batur. Kesimpulannya, usulan itu tidak memenuhi syarat. Alasan pertama, usulannya hanya berlatar belakang peperangan, namun tidak tampak peran dalam perang tersebut, terutama ketika membunuh perwira Belanda. Diperlukan data yang lebih komprehensif mengenai riwayat perjuangannya, terutama perjuangan dalam Perang Barito.
Pengusulan kembali Panglima Batur menjadi Pahlawan Nasional paling singkat dapat dilakukan dalam waktu dua tahun, terhitung sejak tanggal penolakan.
”Sekarang ini kita masih proses melengkapi persyaratan. Kita meminta petunjuk dari Kemensos tentang hal-hal yang harus dilengkapi, agar Panglima Batur bisa ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional,” kata Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Batara Sugianto P Putra.
Meski usulan ditolak oleh Kemensos, masyarakat Kabupaten Batara tetap menganggap Panglima Batur merupakan pahlawan yang sangat berjasa bagi daerah. Semangat juang Panglima Batur juga diharapkan tertanam pada diri generasi muda Bumi Iya Mulik Bengkang Turan.
Dalam buku berjudul “Jejak Langkah Perjuangan Panglima Batur di Kancah Peristiwa Perang Barito,” Panglima Batur digambarkan sebagai pejuang suku Dayak yang menikah dengan Samayap binti Kimat dan memiliki seorang putra bernama Tuwei.
Panglima Batur menyerahkan diri kepada Belanda lantaran keluarganya disandera. Jika ia tidak memenuhi panggilan Belanda ke Muara Teweh, para pemuda Desa Lemo dan Buntok Kacil juga akan ditangkap. Akhirnya dia pun memutuskan keluar dari persembunyian dan memenuhi panggilan Asisten Residen ke Muara Teweh.
Panglima Batur meninggal dunia di Banjarmasin karena hukuman gantung yang dijatuhkan oleh Belanda. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Banjar Masjid Jami Banjarmasin.
Dalam perjuangannya, Panglima Batur bersama Palima Bitik Bahe (Lanjas), Demang Luntung (Pendreh), Demang Laju (Jingah) Temenggung Danom, Angis (Montallat, Raden Joko, Panglima Inti, Upeng, Temanggung Jadam (Sungai Tewei), Panglima Bahi dan Temanggung Lawas banyak mempersulit Belanda. Batur juga sempat meminta rekan-rekannya untuk menyerang benteng, menyerang patroli Belanda, serta melakukan pencegahan masuknya barang ke daerah Barito hingga menimbulkan kekacauan. Hal itu membuat Belanda marah dan Panglima Batur dicap sebagai sebagai pemberontak yang berbahaya, yang tak mau diajak berunding. Hingga akhirnya Belanda menyerang dan membakar rumah Panglima Batur serta keluarganya di Buntok Kacil. Batur yang saat itu sedang bersembunyi di Pondok Muara Marik, kurang lebih berjarak 2 Km dari kampung Buntok Kacil bersama ibunya juga diserang habis-habisan tentara belanda.
Lokasi ini kini telah menjadi lokasi pembangunan kebun kelapa sawit PT Atang Ganda Utama (AGU) Butong. Dalam peristiawa tersebut Ibunda Batur meninggal dunia sementara pejuang Dayak tersebut berhasil meloloskan diri.
”Apa yang telah diberikan oleh Panglima Batur serta pahlawan lainnya, kita harus betul-betul menjaganya. Dulu beliau beliau mengorbankan diri supaya para pemuda tidak ditangkap, sekarang kewajiban kita sebagai muda yang merupakan generasi penerus untuk menjaganya. Jangan sampai pemuda terpecah belah oleh hal apapun. Pemuda harus bersatu membangun daerah ini ke arah yang lebih baik,” kata Ketua KNPI Batara, Wardatun Nur Jamilah ST didampingi Sekertaris KNPI Muhyar.
KNPI Batara selaku organisasi pemuda juga mendorong agar pemerintah daerah melengkapi syarat-syarat dan data yang diminta oleh Kemensos, agar Batur ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
“Kalau tidak salah pada tahun 2016 KNPI Barito Utara diundang ke Palangka Raya, sehubungan pengusulan Panglima Batur menjadi pahlawan nasional. Permintaan Kemensos yaitu terkait perjuangan faktual Panglima Batur dalam perang Dayak dan Banjar,” katanya.
Disampaikannya pula, KNPI Batara juga ada wacana untuk melakukan pertemuan dengan para pemuda guna memberitahukan atau mengingatkan kembali sejarah pejuangan para pahlawan yang membela tahan air. (***/yit)