SAMPIT–Matinya ribuan ikan di aliran Sungai Buluh Tibung membuat warga Desa Sebabi, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), berang. Mereka meluruk ke gedung DPRD untuk rapat dengar pendapat.
Hendrikus Hendra, warga Kecamatan Telawang, menduga kematian ikan akibat limbah perusahaan sawit. Menurutnya, tidak ada arah indikasi ikan mati akibat racun putas. "Kami minta bantu DPRD bisa sikapi masalah ini. Karena ini akibat limbah perusahaan. Kalau putas, tidak mungkin," ujar dia.
Ketua Komisi III DPRD Kotim Rimbun mengatakan, ada satu pabrik kelapa sawit yang operasional di sekitar Sungai Buluh Tibung yang menjadi titik awal terjadinya pencemaran. Apalagi baru-baru ini pihak perusahaan sawit tiba-tiba langsung membersihkan sungai tanpa permintaan warga.
"Ada apa perusahaan tiba-tiba membersihkan sungai itu," kata Ketua Komisi III DPRD Kotim Rimbun dalam forum rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Kotim kemarin ( 3/9).
Senada juga diungkapkan Sekretaris Komisi II DPRD Kotim Alexius Esliter. Menurutnya, tidak jauh dari lokasi matinya ikan, ada pabrik kelapa sawit.
“Hasil sidak kami saat itu menemukan di aliran sungai banyak sekali gumpalan minyak yang sudah coklat. Kami melihat langsung,” kata Alexius Esliter.
Dia menduga ikan mati akibat keracunan limbah dari perkebunan di sekitarnya. “Saya prediksi setengah tahun ke depan tidak akan ada ikan yang dijadikan tempat menggantung hidup,” katanya.
Alexius menyayangkan sikap pemerintah daerah yang menyebut bahwa kejadian itu diduga karena putas. Sebab, ada gumpalan minyak di sungai.
”Pernyataan kepala dinas itu tidak masuk akal. Kalau diputas, butuh berapa tangki putas yang dipakai,” cetusnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kotim Heriyanto mengaku sudah mengajukan sampel air untuk diuji ke laboratorium. Sementara ini mereka menyakini kematian ikan dengan jumlah yang tidak sedikit itu memang akibat keracunan.
“Memang ikan itu diindikasikan mati karena keracunan, dilihat dari insang dan matanya. Tetapi, siapa yang meracun ini, kita tidak tahu,” kata Heriyanto.
Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotim Susiawati menegaskan, sampel air itu sudah dikirim untuk uji laboratorim. Hasilnya akan keluar dalam dua pekan mendatang. “Sekitar 18 September nanti hasilnya akan keluar,” kata Susi.
Usai rapat dengar pendapat, Warga Desa Sebabi, Kecamatan Telawang, menggelar ritual sumpah adat di gedung dewan. Ritual ini ditujukan bagi pemerintah daerah, kepolisian, anggota DPRD, dan pihak-pihak terkait. Bagi siapapun yang tidak jujur dan adil dalam menangani kasus ini, akan mendapatkan musibah.
Warga Telawang membawa seorang pisor bernama Rabay untuk memimpin ritual. Di lehernya terikat berbagai jenis botol kecil. Ritual diawali dengan penaburan beras berwarna kuning diringi doa-doa.
Dia meminta agar pihak mana saja yang tidak jujur dalam menjalankan tugas dan fungsinya, nantinya akan mendapatkan celaka. "Apabila dia durhaka, dan tidak jujur, maka dia akan mendapatkan upahnya yang setimpal. Naik mobil dia terbalik, naik pesawat dia jatuh, naik kapal dia tenggelam," ucap Rabay.
Tidak sampai di situ saja, Rabay meminta keselamatan kepada pihak yang jujur dalam bertugas, yang benar-benar menjalankan tugasnya sesuai dengan fungsinya. "Kami minta Ganan Batu Patahu memberikan keselamatan, kepada mereka yang jujur, memberikan jalan dan merestui mereka," tukasnya usai menghadiri rapat dengar pendapat di DPRD Kotim itu.
Sementara itu Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi mengaku sudah mendapat laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Kotim tentang pencemaran di Sungai Buluh Tibung. Saat ini pihaknya sudah mengambil tindakan untuk memeriksa penyebab matinya ribuan ikan tersebut. Bahkan kepolisian juga sudah turut mendampingi kasus ini dan sudah memeriksa lima orang saksi.
“Kejadian ini bisa masuk dalam pencemaran lingkungan, terlebih di wilayah tersebut banyak budidaya ikan milik masyarakat,” ujarnya.
Supian berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dan dibuktikan dengan hasil uji laboratorium. Dirinya meminta semua pihak menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.
“Jika ada kesengajaan dan ada unsur pidananya, maka harus tegakan proses hukum. Hasil laboratorium yang membuktikan,” kata Supian Hadi, Senin (3/9). (dc/ang/yit)