SAMPIT – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit kembali bermasalah. Kali ini soal tunjangan pegawai. Sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di rumah sakit tersebut mengeluhkan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) yang banyak dipotong. Mereka kecewa karena janji untuk penyelesaian masalah itu tak ditepati.
”Saat dicairkan, hanya separuhnya saja yang dibayar. Manajemen lalai dalam mengelola absensi, tapi tunjangan kami yang dipotong. Kami sudah menunaikan kewajiban apel dan dinas tepat waktu, siang dan malam. Tapi hak kami tidak diperhatikan. Ke mana lagi kami mengadu kalau pejabat semua tutup mata,” kata salah seorang pegawai, Kamis (3/1).
Pegawai yang meminta namanya tak disebutkan ini menuturkan, banyak pegawai yang mengalami potongan dari nominal yang harus diterima. Tunjangan pegawai yang telat dibayar hingga sembilan bulan dinilai tidak diperhatikan.
Dia mengaku sempat senang karena sempat dijanjikan separuh tunjangan yang tidak dibayarkan penuh akan diperjuangkan. Syaratnya, mereka harus melengkapi data pembuktian kehadiran bekerja.
”Kami disuruh memperbaiki dan mencocokkan absensi. Tapi, hanya harapan palsu. Yang menyakitkan, malah tunjangan dokter yang dibayar. Dokter yang jarang ikut apel, malah itu yang diperjuangkan. Hak kami, ratusan pegawai rendahan, malah diabaikan. Sakit hati kami tidak dihargai seperti ini. Bupati dan anggota DPRD juga seakan tutup mata dan tidak mau tahu,” ujarnya.
Salah seorang pegawai pelayanan pasien di RSUD dr Murjani juga kecewa dengan sistem manajemen kepegawaian di rumah sakit tersebut. Kelalaian dalam menangani absensi berimbas pada hasil TPP yang diterima pada 21 Desember 2018 lalu yang banyak potongan.
“Jujur saja ini pemotongan TPP ini tidak hanya saya tetapi kawan-kawan pegawai yang lain juga mengalami hal yang sama,” katanya.
Dia menegaskan, pihaknya sudah memperbaiki dan membuktikan ketidakhadiran, misalnya apabila dinas luar ada suratnya. Namun, bukti data itu hilang di kepegawaian. Selain itu, ada juga jelas masuk dan ada bukti, namun tetap dilakukan pemotongan. ”Semua orang juga pasti tidak terima,” katanya.
TPP yang lambat dibayarkan, lanjutnya, sejak April-Desember 2018. Saat uang TPP diterima, potongan dilakukan hingga Rp 3 juta.
”Jumlah TPP setiap pegawai memang berbeda, tergantung pangkat dan golongannya, tetapi seluruh pegawai mengalami hal yang sama. Selama sembilan bulan TPP kami lambat dibayarkan, totalnya Rp 11.151.000 selama 9 bulan yang harus dibayarkan, tetapi yang baru diterima hanya Rp 8 jutaan,” ujarnya.
Dia melanjutkan, hal itu bukan masalah nominal uangnya, tetapi soal kedisiplinan dalam bekerja yang diukur melalui mesin absensi sidik jari. ”Sudah ada bukti, tetapi kami dianggap tidak bekerja dan tidak terekap. Ini kan faktor kelalaian manusia yang tidak memasukannya. Ini sama saja menghilangkan hak orang banyak,” tegasnya.
Dia mengaku jadi korban dari ketidakadilan di RSUD tersebut. Pasalnya, menurutnya, ada pegawai yang tidak pernah apel dan tidak ada absensi sidik jadi, malah dapat Rp 10 juta. ”Memang sangat menyedihkan perlakuan terhadap kami orang bawahan yang sebenarnya merupakan ujung tombak pelayanan,” ujarnya.
Pihaknya menginginkan keadilan dan perlakuan yang sama dalam bekerja. Apabila dapat membuktikan kehadiran, agar hal tersebut dihargai sesuai kinerjanya. ”Pekerjaan perawat dan bidan ini tidak mengenal waktu. Pagi, siang, malam, dan hari libur mereka tetap masuk sesuai shift, tetapi jerih payah kami tidak dihargai dan hanya dianggap angin lalu,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, sejumlah pegawai di RSUD dr Murjani Sampit kerap mendapatkan perlakukan tidak baik dari pasien maupun keluarga pasien karena tidak mau bersabar untuk dilayani.
”Pernah rekan kami dipukul dan dianiaya, dihina, dan dicaci. Padahal kami sudah memberikan pelayanan dengan ramah dan sepenuh hati sesuai standar, tetapi tetap kami jalani karena ini sudah menjadi risiko pekerjaan menghadapi orang sakit. Tapi, giliran kami mendapatkan hak kami, malah dilalaikan orang yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Pelayanan Medik di RSUD dr Murjani Sampit Yudha Herlambang mengatakan, pihaknya sudah berupaya memperjuangkan hak pegawai dengan beberapa kali mengurus ke BKD Kotim. Realisasi keuangan di RSUD dr Murjani juga sudah dibayarkan sebanyak 87,48 persen.
”Mereka yang tidak terima berarti tidak memahami data dan dari hasil pertemuan rapat dengan BKD tadi, ada solusi, pihak RSUD diberikan batas waktu hingga 8 Januari 2019 untuk memverifikasi ulang dan mencocokkan data. Nantinya jika sudah ditentukan hasilnya, itulah keputusan akhirnya,” kata Yudha.
Yudha mengakui kelalaian dalam hal itu. Tetapi, mereka sudah berupaya memperbaiki. ”Pegawai yang sudah dibayar di 21 Desember 2018 kan ada lagi even untuk melakukan penebusan dosa untuk diverifikasi di 28 Desember 2018,” ujarnya.
Kepala BKD Kotim Alang Arianto mengatakan, pihaknya akan mengakomodir untuk dilakukan verifikasi ulang. Ketika data dari rumah sakit sesuai dengan absensi, akan dibayarkan.
”Kalau data pendukung tidak ada tetapi mau dilakukan verifikasi, mohon maaf, kami tidak bisa memproses. Termasuk saya juga bisa dipotong kalau tidak bisa membuktikan kehadiran itu,” ujarnya.
Alang menampik alasan sistem absensi sidik jari yang tidak pas atau tidak sesuai. Pasalnya, masalah itu hanya terjadi di RSUD dr Murjani Sampit, sementara di instansi lainnya tak ada masalah.
”Kalau dari 10 instansi cuma satu yang salah, apakah sistemnya disalahkan? Saya rasa tidak. Bisa jadi memang ada hal-hal yang kurang pas di manajemen kepegawaiannya,” katanya.
Dia juga menampung keluhan pegawai RSUD dr Murjani yang bekerja dengan menerapkan sistem shift, tetapi jadwal shiftnya tidak disampaikan ke BKD. Hal itu tidak bisa diverifikasi.
”Kalau tidak bisa diverifikasi, otomatis TPP tidak bisa dicairkan. Makanya kami tadi siap saja mengakomodir dan bertanggung jawab, tetapi harus diiringi hasil verifikasi dan pembuktian dari pihak RSUD, sepanjang pihak RSUD ada pengakuan utang untuk 2018 dan sudah disepakati bersama,” ujar Alang.
Alang berharap hal seperti itu tidak terulang lagi. ”Keteledoran di 2018 biarkan itu menjadi evaluasi di 2019. Kita tidak bisa membicarakan persoalan di 2018 terus, karena kita harus terus maju,” tandasnya. (hgn/ign)