SAMPIT – Politik dinasti yang mewarnai Pemilu Legislatif 2019 dinilai wajar. Hak politik seseorang tak bisa dihalangi. Selain itu, tak ada aturan tegas yang melarang satu keluarga mencalonkan diri dalam ajang pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
”Saya kira itu tidak perlu dipersoalkan selama mereka mendapatkan amanat dari rakyat dan tidak melanggar aturan. Sah-sah saja. Pegangan kami adalah aturan dari UU KPU,” kata Wakil Ketua DPRD Kotim Supriadi, Rabu (20/3).
Supriadi merupakan salah satu calon anggota legislatif yang mencalonkan diri bersama dua anaknya. Dia menegaskan, selama belum ada aturan yang melarang, hal itu tak jadi masalah.
Dia mengkritik pernyataan Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli yang mempersoalkan hal tersebut. Sebagai politikus, menurut Supriadi, harusnya Jhon Krisli memahami hal tersebut.
”Saya tanya, apakah ada aturan yang mengatur caleg dari keluarga pejabat? Kan tidak ada. Hormati dong hak politik. Berikan kesempatan yang sama kepada masyarakat lainya,” katanya.
Supriadi menuturkan, kondisi demikian akan berbeda dalam ajang pemilihan kepala daerah. Dinasti politik akan jadi sorotan. Namun, untuk kursi legislatif, banyak contoh di daerah lainnya, yakni satu keluarga mencalonkan diri.
”Pileg tidak diatur, kecuali pilkada. Selama rakyat memandang mampu mewakili mereka, tak masalah. Toh penilaian masyarakat tentunya objektif, yakni kinerja dan kemampuan dalam mengemban amanah,” kata politikus Partai Golkar ini.
Supriadi menegaskan, selama memenuhi kriteria, siapa pun berhak mencalonkan diri dalam pemilu legislatif. Salah satu indikatornya adalah semangat untuk mengabdi dan mampu bekerja secara intelektual.
”Kami juga melihat dari keterwakilan di setiap daerah dan tingkatan. Itu penting guna perjuangan aspirasi masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPC Demokrat Kotim Parimus juga mencalonkan anaknya menjadi anggota DPRD di tingkat Provinsi Kalteng. Anak sulung perempuannya itu baru saja menyelesaikan pendidikan dan langsung mendapatkan nomor urut satu. Di partainya, jabatan Bendahara Umum DPD Demokrat Kalteng juga dipercayakan kepada anaknya.
Parimus mengatakan, dalam konteks legislatif, dinasti politik berbeda dengan kepala daerah. Apalagi tingkatan jabatan juga berbeda, sehingga tidak bisa dikategorikan dinasti politik.
”Kalau dinasti politik itu untuk mereka yang turun-temurun menguasai suatu daerah. Kalau untuk anggota DPRD, tidak masuk dalam kategori itu saya kira,” katanya.
Selain itu, lanjut Parimus, sejauh ini tidak ada larangan mencalonkan saudara atau kerabat hingga anak menjadi calon anggota legislatif. ”Aturan tidak melarang, sehingga itu tidak masalah,” tandasnya.
Sebelumnya, Pemilu Legislatif 2019 diwarnai politik dinasti. Sebagian kontestan yang maju dalam pesta demokrasi itu berasal dari lingkaran keluarga tertentu. Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli mengatakan, hal tersebut menjadi ancaman untuk sistem politik dan lembaga legislatif ke depannya.
”Politik dinasti memang mewarnai ajang pemilihan legislatif tahun ini. Ada yang satu keluarga jadi caleg, mulai anak, bapak, istri, dan keponakan. Hal semacam ini merupakan preseden buruk dunia politik, khususnya di Kotim,” kata Jhon Krisli, Selasa (19/3). (ang/ign)