SAMPIT – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kotim tak mau disebut lemah dalam menindak pelaku politik uang. Lembaga itu menebar ancaman pada setiap pelakunya. Tak hanya caleg maupun relawan pemain politik uang, tapi juga penerima uang akan diproses secara hukum.
”Kami akan proses juga masyarakat yang menerima terkait politik uang ini,” kata Ketua Bawaslu Kotim Muhammad Tohari, Selasa (9/4).
Tohari menegaskan, Bawaslu hadir dalam upaya pencegahan terhadap pelanggaran yang kemungkinan terjadi di lapangan. Hal ini juga untuk menjawab sejumlah pihak yang meragukan ketegasan dan kinerja Bawaslu Kotim.
Tohari menuturkan, jangan pernah berharap pemilu akan berjalan bersih jika peserta pemilu selalu mencari celah melakukan pelanggaran. Pihaknya juga tidak akan maksimal apabila tidak dibantu masyarakat untuk melaporkan tindak pidana tersebut.
”Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan itu juga diperlukan,” ujarnya.
Menurut Tohari, Bawaslu Kotim beserta jajaran di bawahnya hingga pengawas tempat pemungutan suara (TPS) berkomitmen menjaga agar proses demokrasi, terutama di Kotim berjalan dengan bersih.
”Ketika jajaran pengawas pemilu beberapa hari ke depan menemukan siapa pun pelakunya, akan tetap diproses sesuai peraturan perundang-undangan. Itu sikap dan komitmen kami,” tegasnya.
Sementara itu, dugaan politik uang di lapangan sudah mulai terdengar. Pembagian nominal uang yang beredar di masyarakat informasinya mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu.
Uang tersebut disertakan dengan kartu nama caleg yang akan dipilih. Pembagian itu dilakukan tim caleg kepada masyarakat yang sebelumnya telah didata melalui KTP-el. Namun, isu politik uang tersebut belum bisa diungkap jajaran Bawaslu.
Di sisi lain, di Kotim masih nihil tangkapan dugaan tindak pidana politik uang. Di daerah lain, Kabupaten Katingan, sebelumnya sudah beredar 12 oknum yang diduga melakukan tindak pidana politik uang. Belasan orang itu tengah diproses aparat kepolisian.
Larangan soal politik uang diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Ada sejumlah pasal terkait itu. Beberapa pasal tersebut, di antaranya Pasal 278, 280, 284, 515, dan 523. Aturan itu melarang politik uang dilakukan tim kampanye, peserta pemilu, serta penyelenggara selama masa kampanye.
Hal yang sama juga mengatur larangan semua orang melakukan politik uang di masa tenang dan pemungutan suara. Sanksi yang menunggu pelanggar bervariatif. Hukuman mulai dari sanksi pidana 3-4 tahun hingga denda Rp 36 – Rp 48 juta. (ang/ign)