PANGKALAN BUN - Paska penutupan Taman Nasional Tanjung puting (TNTP) di Kecamatan Kumai akibat wabah virus korona (Covid-19) membuat sektor pariwisata di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) mati suri. Akibatnya ratusan kelotok wisata harus diparkirkan di dermaga dan terancam alamai kerusakan akibat kesulitan biaya perawatan.
Menurut salah seorang pemilik kelotok wisata, Ahmad Yani, berdasarkan pendataan yang dilakukan jumlah kelotok wisata yang saat ini tak beroperasi seluruhnya ada 111 unit kelotok.
“Dengan berhentinya operasional kelotok wisata, otomatis ada 111 juru mudi kelotok dan 220 orang asisten juru mudi yang sudah tidak bekerja lagi. Begitu pula dengan freelance pemandu wisata sebanyak 120 orang, juru masak di kelotok wisata 80 orang dan biro perjalanan wisata sebanyak 27 tempat,” terangnya, Selasa (7/4)
Menurutnya penutupan lokasi wisata Kobar berdampak sistemik, lantaran bukan hanya kelotok yang akhirnya tidak dapat beroperasi, tetapi warga yang mengandalkan mata pencaharian dari sektor tersebut juga kehilangan pekerjaan.
"Semua terkena dampaknya, apalagi biasanya pada Bulan Maret merupakan start kunjungan wisatawan hingga puncaknya di Bulan September nanti. Namun sejak bulan kemarin reservasi dan sejumlah jadwal kunjungan wisman dibatalkan," keluhnya.
Di tengah hilangnya mata pencaharian pelaku wisata, pemilik kelotok harus mengeluarkan uang ekstra untuk biaya perawatan dan penjagaan kelotok.Walau tidak penuh, mereka terpaksa menggaji orang untuk menimba air serta mengawasi kelotok yang bersandar di dermaga. “Jumlahya ada ratusan,” imbuh Yani.
Sementara itu, pelaku wisata yang lain saat ini mencari kehidupan masing - masing dengan bekerja serabutan, bahkan masih banyak yang nganggur. Kemudian untuk alihfungsi kelotok wisata sebagai kelotok mencari ikan juga tidak bisa dilakukan. “Karena secara spesifikasi memang tidak memungkinkan untuk berlayar di laut lepas,” terangnya.
“Saat ini kita pasrah saja dan terus berdoa semoga wabah virus korona cepat berlalu sehingga kehidupan dan usaha wisata dapat kembali normal,” pungkasnya. (tyo/sla)