Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) memiliki kesan mendalam bagi masyarakat. Kenangan itu begitu melekat erat. Tak heran setiap kegiatan ini sebagian orang merasa bernostalgia. Mengingat pengalaman indah masa kecil bersama para ksatria.
USAY NOR RAHMAD, Sampit
"Luar biasa, begitu gagahnya para tentara itu memecahkan batu besar untuk membangun jalan," kenang Bachtiar (35), warga Samuda, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, KotawaringinTimur, Kalimantan Tengah, Kamis (15/10).
Saat itu Bachtiar kecil sering memerhatikan para tentara. Dia pun kerap membututi derap langkah-langkah gagah perkasa itu. Saat mereka sedang bekerja bergotong royong bersama masyarakat, Bachtiar selalu hadir di sekitarnya.
Semenjak itu dia terkesan dan bercita-cita ingin menjadi tentara. Namun sayang, hal tersebut hanya menjadi cita-cita yang berlalu semata. Asa itu kembali ia pupuk untuk anaknya yang sekarang berusia lima tahun.
Kegigihan buah gotong-royong bersama masyarakat di Mentaya Hilir Selatan itu pun diabadikan dengan nama sebuah jalan di Samuda yakni Jalan AMD Manunggal. Jalan itu masih ada dan menjadi bukti abadi persembahan prajurit sejati.
"Sebagai warga saya sangat senang dan berterima kasih karena hadirnya TMMD di desa seberang, walaupun bukan di tempat kami tapi mengembalikan kenangan kami tempo dulu. Jiwa gontong royong tentara dan kedekatan dengan warga luar biasa," ujar pria yang berprofesi sebagai penjaga gedung sarang walet ini.
Hal serupa juga dirasakan Yuni Elfarian (30), semasa kecil dulu dia sering digendong tentara, ketika pulang sekolah melalui jalan yang sulit dilalui. Dia pun rindu dengan pria-pria berbadan tegap dan berhati lembut itu.
“Saya masih ingat dulu di Samuda Kota, sering digendong. Seandainya saya masih bisa berjumpa dan masih ingat wajah-wajah beliau. Apakah mereka masih ada sampai sekarang? ” kata Yuni.
Kendati tak lagi dapat bertemu, sosok-sosok tentara yang merakyat itu kini masih hidup di hati Yuni. Dia berharap kelembutan di balik sikap tegas tentara terpelihara dari generasi ke generasi. TMMD membangkitkan memorinya akan kenangan manis kala itu.
Masyarakat Samuda, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, sudah lebih dahulu merasakan manfaat dari TMMD (sebelumnya masih disebut ABRI Masuk Desa). Kini TMMD reguler ke-109 Kodim 1015 Sampit hadir di Kecamatan Pulau Hanaut, yakni Desa Bapinang Hilir, Desa Bapinang Hulu dan Desa Babirah, Kecamatan Pulau Hanaut.
Desa-desa di Kecamatan Pulau Hanaut merupakan salah satu wilayah terisolasi di Kotawaringin Timur. Pengunjung harus naik perahu bermesin tempel untuk bisa menyeberang ke wilayah itu.
Di daratan Kecamatan Pulau Hanaut, ada sebanyak 35 jembatan besar. Sebanyak 8 jembatan mengalami kerusakan cukup parah. Padahal keberadaannya begitu penting bagi masyarakat untuk mengangkut hasil perkebunan dan pertanian.
Selain itu, jembatan merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat Pulau Hanaut. Sebab, melalui jembatan-jembatan itulah jalan darat yang satu-satuya di wilayah itu bisa terhubung. Sehingga jembatan itu juga bisa dibilang sebagai perekat hubungan sosial antardesa.
”Selama ini kami berjuang untuk mewujudkannya melalui musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang). Alhamdulillah tahun ini perbaikan 3 jembatan, pembangunan musala, dan pos terpadu akhirnya terwujud melalui program TMMD,” ungkap Camat Pulau Hanaut Eddy Mashami.
Dengan diperbaikinya tiga jembatan itu diharapkan dapat meningkatkan sumber daya masyarakat, Demikian halnya dengan ekonomi kerakyatan bagi masyarakat Pulau Hanaut.
”Sisa 5 jembatan lagi yang menurut kami perlu penangan segera. Kami sangat berharap dapat dilaksanakan lagi program TMMD di tahun-tahun mendatang,” kata Eddy.
TMMD di Kecamatan Pulau Hanaut dilaksanakan selama satu bulan, sejak 22 September hingga 21 Oktober. Sebanyak 150 personel dilibatkan terdiri dari anggota TNI, Polri dan masyarakat yang bekerja secara gotong-royong.
TMMD reguler ke-109 Kodim 1015 Sampit memiliki lima target sasaran fisik. Di antaranya perbaikan jembatan Handil Gayam di Desa Bapinang Hilir dengan panjang 15,30 meter dan lebar 3,80 meter.
Selanjutnya jembatan Handil Samsu dengan panjang 42 meter dan lebar 3,80 meter berlokasi di Desa Bapinang Hilir. Serta jembatan Sei Babirah di Desa Babirah yang berukuran panjang 42 meter dan lebar 3,80 meter .
Selain itu target TMMD lainnya yaitu perbaikan Musala Al Hidayah yang berukuran panjang 6,50 meter dan lebar 6,50 meter dan pembangunan pos terpadu, keduanya berada di Desa Bapinang Hulu.
"Tak hanya sasaran fisik tapi juga nonfisik. Tujuannya mempercepat pembangunan di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelas Komandan Kodim 1015 Sampit Letkol CZI Akhmad Safari.
Program TMMD ini sangat penting dan membawa efek positif bagi masyarakat. Namun sayangnya, pekerjaan tentara dalam mewujudkan mimpi masyarakat belum sebanding dengan anggaran yang dikucurkan. Untuk program TMMD di Kotawaringin Timur hanya dibiayai sebesar Rp 450 juta.
”Saya mendukung program TMMD ini, tapi sayangnya dari sisi keberpihakan anggaran dari pemerintah ternyata kurang mendapat dukungan,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kotim Dadang H Syamsu.
Pemerintah hendaknya mendukung maksimal kegiatan ini. Apalagi program ini sangat membantu dalam percepatan pembangunan daerah pedesaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur menyadari TMMD berkontribusi terhadap pembangunan daerah. Sebab itu TMMD bukan hanya tugas TNI melainkan juga tugas pemerintah setempat.
”Selama ini Pemkab Kotim sudah menjalin kerja sama yang sangat baik bersama Kodim 1015 Sampit. Ke depan kerja sama itu akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan untuk kesejahteraan dan keamanan masyarakat Kotim,” kata Bupati Kotim Supian Hadi, di sela menyambut Tim Pengawas dan Evaluasi (Wasev) ke-109 Kodim 1015 Sampit, Selasa (29/9) lalu.
Terlepas dari segala keterbatasan itu, melalui nilai TMMD, kemampuan membaur, serta disiplin dan kegigihan yang dimiliki, TNI sudah merangsang semangat gotong royong masyarakat. Meski hanya sebulan semangat ini akan menjadi kesan. Mengabdi untuk negeri tidak harus menjadi tentara tangguh dengan senjata tersangkut. Mengabdi untuk negeri juga tak harus memiliki tatap tajam seperti mata perwira. Mengabdi untuk negeri asal punya hati. Hati yang segera sadar rintih negeri. Hati yang tergerak bila negeri ini memanggil. (***)