SAMPIT – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mengaku belum mengetahui adanya dua aparatur sipil negara (ASN) yang diduga terindikasi melakukan pelanggaran netralitas di masa Pilkada. Sebab, Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi yang mengunglap masalah ini justru belum melaporkan ke Bawaslu.
”Kami tidak mengetahui detail kasusnya seperti apa. Justru kami tahu informasi itu dari media," kata Ketua Bawaslu Kotim Muhamad Tohari, Sabtu (31/10).
Apabila adanya indikasi dugaan pelanggaran terkait netralitas ASN, Tohari berharap Bupati Kotim Supian Hadi agar segera melaporkan ke Bawaslu untuk ditindaklanjuti.
"Ketika ada dugaan pelanggaran Pilkada seperti terkait netralitas ASN segera laporkan ke kami. Selama ini, 98 persen dugaan pelanggaran yang kami tindaklanjuti dari hasil temuan kami di lapangan dan bukan dari laporan masyarakat," ujarnya.
Untuk menindaklanjuti dugaan kasus pelanggaran yang melibatkan dua kepala dinas (kadis), diperlukan adanya bukti.
"Kami bekerja berdasarkan aturan. Tidak bisa sembarang menindak orang tanpa ada dasar bukti yang kuat. Terkait dua kadis yang disebut Bupati Kotim, kami juga masih menunggu laporan yang valid dan kami tidak ingin menggiring opini masyarakat," ujarnya.
Koordinator Divisi Hukum, Data, dan Informasi Bawaslu Kotim Salim Basyaib menambahkan, apabila sudah memiliki bukti yang kuat, maka Bawaslu dapat menindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku.
"Berbicara sanksi perlu dikaji dulu dengan minimal dua alat bukti dan selanjutnya dapat ditindaklanjuti dengan memanggil yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi. Jadi, Bawaslu tidak mau berandai-andai menggunakan asumsi. Kami bekerja berdasarkan fakta dan regulasi yang berlaku," kata Salim.
Salim mengatakan, apabila Bupati Kotim memiliki cukup bukti pelanggaran netralitas ASN lebih baik dilaporkan ke Bawaslu.
"Sebenarnya kalau bupati punya cukup bukti kenapa tidak segera dilaporkan saja ke kami, tanpa harus beropini di publik," ujarnya.
Di sisi lain, bupati memiliki hak preogratif untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan bawahannya.
"Bupati itu pejabat pembina ASN, jika beliau punya bukti beliau bisa proses dan tindaklanjuti langsung dengan memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku dalam aturan ASN," ujarnya.
Lebih lanjut Salim mengatakan, Bawaslu tak hanya melakukan pengawasan, tetapi juga pencegahan dan penindakan.
"Bawaslu ini merupakan lembaga yang tidak boleh terlibat politik. Selama kampanye, Bawaslu sudah banyak bertindak dan mengawasi. Saya percaya kawan-kawan pengawas di kecamatan dan di desa, hasil laporan mereka tidak ada kadis satu pun yang ditemukan sedang berkampanye. Jadi, jika memang memiliki bukti bisa laporkan ke kami untuk kami tindaklanjuti," ujarnya.
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kotim Muhamad Natsir menambahkan, indikasi pelanggaran dapat ditindaklanjuti dengan adanya laporan masyarakat yang disertai alat bukti.
"Dugaan pelanggaran dikaji lagi apakah masuk ke ranah pelanggaran kode etik atau apabila ada unsur pidana atas dugaan tersebut maka Bawaslu akan segera melakukan pembahasan dengan sentra Gakkumdu untuk penanganan lebih lanjut," kata Natsir.
Berkaitan dengan adanya indikasi dugaan pelanggaran, bupati berhak melaporkan ke Komisi ASN terkait dugaan pelanggaran etik oknum ASN. Apabila keluar keputusan KASN yang menyatakan oknum ASN bersalah, maka keputusan itu diekseskusi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK). Sebaliknya, ASN dapat melakukan upaya hukum ke PTUN apabila dugaan tersebut tidak benar.
"Hasil putusan seperti apa, sanksinya apa. Di-nonjob-kan atau sanksi yang lain, menjadi kewenangan bupati selama ada dugaan pelanggaran etik oknum ASN," ujarnya. (hgn/yit)