SAMPIT - Tudingan warga bahwa dewan lebih berpihak kepada perusahaan ditanggapi santai oleh Parimus. Wakil Ketua DPRD Kotim yang memimpin mediasi itu kemarin menilai, DPRD tidak dalam posisi sebagai hakim atas masalah itu.
”Di sini kami hanya sebagai mediator. Salah satu penyebab marahnya warga itu adalah mereka meminta kalau perusahaan tidak memenuhi janjinya dalam waktu tiga hari maka perusahaan itu harus ditutup. Pertanyaannya, apa kekuatan kami bisa menutup perusahaan tanpa ada dasar hukum, bisa-bisa kami di-PTUN-kan,” ujar Parimus.
Politikus Partai Demokrat itu mengatakan, dalam forum itu mereka hanya bisa memberikan tiga kesimpulan. Yakni realisasi plasma yang HGU-nya tahun 2008 itu menunggu waktu koordinasi selama tiga hari. Kemudian plasma yang 470 hektare akan diteruskan proses ganti ruginya. Dan pada 28 April mendatang DPRD, Pemkab, Polres dan sepuluh perwakilan warga akan kembali bertemu.
Parimus tidak melarang jika memang ada rencana menduduki kantor DPRD Kotim. Namun hal itu bisa saja berujung pembubaran paksa oleh aparat kepolisian. ”Kami tidak punya hak melarang atau mempersilakan mereka tidur di sini, tapi secara aturan mereka harus bubar sesuai jam aksi,” tegasnya.
Dalam aksi kemarin, warga menuntut PT BUM membangun kebun kemitraan dengan masyarakat atau plasma. Juga menyelesaikan sengketa lahan. Selain itu mereka meminta perusahaan memprioritaskan penduduk sekitar kebun menjadi karyawan.
Masyarakat juga menuding PT BUM telah merusak situs Budaya Suku Dayak di Bukit Talali. Tidak hanya itu, perusahaan juga dituding mencemari aliran Sungai Hanya dengan limbah pabriknya hingga ribuan ikan mati.
Namun perwakilan PT BUM Heri Gunawan Lindu membantah jika perusahaan tidak membangun kebun plasma. ”Kebun plasma yang bekerja sama dengan koperasi Hapakat Pelampang Tarung (HPT) tersebut saat ini masih dalam proses. Dari 470 hektare yang direncanakan, baru 190 hektare yang sudah ditanam," katanya.
Heri juga berjanji jika dari kebun plasma yang sudah disiapkan dan masih ada masyarakat yang tidak terakomodir, maka perusahaan siap menambah dengan syarat masyarakat sendiri yang mencari lahannya.
Aksi warga kemarin diamankan 165 personel kepolisian. ”Kami mengawal masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya, dari awal kegiatan mengikuti prosesnya hingga menemukan hasil titik akhirnya,” jelas Kabag Ops Polres Kotim AKP M Ali Akbar.
”Pengamanan dilakukan mulai dari jalan, di luar gedung DPRD Kotim, hingga proses pelaksanaan pengambilan keputusan di dalam ruang rapat DPRD,” ujarnya. (co/ang/dc)