PALANGKA RAYA - Tekanan yang dialami Norwani dan Geni kian bertambah ketika mereka berupaya mencari keadilan atas kasus yang dialami Lamuel. Pada 25 Mei lalu, mereka resmi melaporkan manajemen RSUD dr Doris Sylvanus dan dokter yang menangani Lamuel ke Polres Palangka Raya. Baca tulisan sebelumnya AIR MATA ISYARAT DERITA.
Keduanya beruntung, Sukah L Nyahu dan Parlin Bayu Hutabarat dari bantuan hukum Asosiasi Advokasi Indonesia (AAI) Kalteng yang menjadi kuasa hukumnya, tak membebani biaya untuk memperkarakan rumah sakit terbesar di Kalteng itu. Bersama barang bukti hasil pengobatan, mereka mengadu, berharap ada keadilan.
Kuasa hukum keluarga Lamuel juga melaporkan dokter spesialis anak berinisial M dan RSUD dr Doris Slyvanus ke Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) di Jakarta. Dalam laporannya, pihak rumah sakit dan dokter diduga melakukan kelalaian dalam melakukan tindakan medis. Hal itu mengakibatkan bagian kaki, tangan, dan leher serta bagian tubuh Lamuel tak dapat digerakkan.
Mereka menduga tenaga medis di rumah sakit itu memberikan dosis obat yang tinggi kepada pasien melalui suntikan yang melebihi daya tahan tubuh Lamuel. Dokter dinilai tidak memberikan dianogsa mendasar atas penyakit pasien.
Catatan Radar Sampit, berdasarkan keterangan Norwani pada 22 Mei lalu, selama perawatan di RSUD dr Doris Sylvanus, Lamuel mendapat 69 suntikan. Dalam sehari, balita itu disuntik 23 kali, baik lewat infus dan paha. Hal itu diduga mengakibatkan kondisi Lamuel kian parah.
Laporan itu resmi diterima Polres Palangka Raya. Kasus itu pun diselidiki. Sampai saat ini, aparat masih mengusut kasus itu dengan memeriksa beberapa saksi. Kasat Reskrim Polres Palangka Raya AKP Erwin Situmorang mengatakan, beberapa saksi telah dimintai keterangan. Namun, pihaknya kesulitan mencari saksi independen, terutama dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota.
Erwin mengeluhkan sulitnya rekomendasi pihak terkait untuk bersama-sama melakukan pemeriksaan untuk mengungkap kebenaran tindakan dokter yang menangani Lamuel. Dia juga belum bisa menyimpulkan apakah ada dugaan malapraktik, karena saksi ahli dari IDI belum dimintai keterangan.
Erwin mengaku sudah berkomunikasi dengan sejumlah dokter terkait tindakan medis terhadap Lamuel. Namun, demi kepentingan penyidikan, ia belum bisa mengungkap hasilnya. ”Kami menunggu memeriksa dokter ahli. Kasus ini berjalan terus dan sampai kita temukan kebenaran dalam laporan ini,” tegas Erwin.
Sementara itu, Parlin Hutabarat mengatakan, dalam kasus itu diduga ada penutupan sangkaan dan konspirasi tingkat tinggi. Dia yakin tindakan dokter di RSUD dr Doris Sylvanus terhadap Lamuel menyalahi aturan, sehingga terjadi malapraktik.
”Kami berikan bukti sisa pengobatan dan suntikan. Kami yakin ada malapraktik. Tuntutan kami, dokter dan pihak rumah sakit harus bertanggung jawab untuk kesehatan Lamuel. Saya bahkan menilai ada konspirasi tingkat tinggi dari laporan ini,” ujarnya.(daq/ign)