SAMPIT – Pro kontra mengiringi gagasan Mendikbud Muhajir Effendy tentang full day school alias sekolah sepanjang hari. Banyak yang menolak dengan dalih kasihan kepada anak. Namun ada juga yang setuju, bahkan sudah menjalankannya. Salah satunya Yayasan Ma’had Al Arafah, Ketapang, Sampit, yang sudah menerapkan pola itu dalam beberapa tahun terakhir.
”Orangtua siswa sudah diberitahu sejak awal mendaftarkan anaknya. Rata-rata semua menerima dengan aturan sekolah ini,” kata Kepala Sekolah SD Al Arafah, Noorhadiansyah, Selasa (9/8) kemarin.
Namun tak jarang juga ada wali murid yang memindahkan anaknya saat akan naik kelas IV. Karena di kelas itu sudah mulai diberlakukan full day school. Sebagian orangtua khawatir si buah hati bakal tertekan lantaran harus bersekolah hingga sore.
”Saat ajaran baru, ada 5 hingga 10 siswa yang dipindahkan ke sekolah biasa dengan sistem belajar tidak seharian penuh. Padahal anaknya senang, hanya orangtuanya kasihan,” lanjutnya.
Sekolah didirikan 2006 lalu dan full day school diterapkan setahun kemudian. Sistem itu berlaku untuk siswa kelas IV, V, dan VI, dari Senin sampai Kamis mulai pukul 06.30 hingga 15.00 WIB. Sementara Jumat dipulangkan pukul 11.00 WIB, dan Sabtu diisi dengan pembelajaran minat dan bakat, selesai pukul. 12.00 WIB.
Sehari-hari kegiatan pengayaan materi. Pembelajaran pagi diulang di full day school. Khusus kelas VI, ditambah pembahasan ujian nasional. Siswa Arafah tidak dibebankan pekerjaan rumah (PR). Jika terpaksa, minimal waktu pengerjaan satu pekan.
Tak luput dari perhatian, kegiatan ekstrakulikuler tetap wajib. Satu anak satu ekskul. Jadwalnya setelah pelaksanaan full day. Rata-rata anak memilih Jumat dan Sabtu karena sekolah hanya setengah hari.
Hadi membeberkan, sistem ini dinilai efektif karena prestasi anak lebih baik dan bisa terkontrol. Apakah anak belajar atau tidak di rumah karena kebanyakan orangtua siswa juga pegawai. Dari pada dititipkan kepada orang lain, mending sekolah full day.
”Karakter anak bisa ketahuan di siang hari. Kelihatan ketika siang anak malas, tapi bisa diperhatikan saat full day,” tukasnya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Maka, gagasan Mendikbud yang baru ini tidak membuat kaget SMP Al Arafah. Pihaknya tinggal menyesuaikan sistem dari pusat lantaran sudah menerapkannya di kelas VII hingga IX.
”Kami mencoba mengusir rasa bosan siswa dengan pembelajaran yang menarik dan tidak monoton. Saat siang hari diadakan praktik dan belajar di luar kelas,” jelas Kepala Sekolah SMP Al Arafah, Fitri Suryani ditemui di kantornya.
Selain itu, ada kunjungan wali kelas ke orangtua murid untuk menyampaikan keluh kesah terhadap sekolah sepanjang hari. Setiap kritik dan saran orangtua murid akan ditampung agar terjalin hubungan yang lebih baik.
”Anak-anak sendiri sudah biasa, bahkan kadang mereka tetap bertahan di sekolah meski bukan jadwal full day. Siswa malah tidak langsung pulang ke rumah,” lanjutnya.
Kelebihan full day, terang Fitri, materi sesuai target pembelajaran dan jika anak belum paham bisa diulang. Pengawasan anak sampai sore hari dalam lingkungan sekolah hingga di rumah dilanjutkan oleh orangtua. Kelemahannya, kalau tugas tidak memungkinkan lagi, kadang anak lelah.
”Jadi mengambil jalan keluar, tugas dibatasi maksimal dua mata pelajaran dengan waktu satu minggu dan kerja sama dengan orangtua,” tutupnya. (ara/dwi)