SAMPIT-Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli mewanti-wanti, bahwa menjelang penerimaan peserta didik baru (PPDB) di tahun ajaran baru tahin ini, merupakan saat-saat yang rawan terjadinya aksi Pungutan Liar (Pungli). Ditegaskannya, jika pihak sekolah tidak hati-hati dan tidak punya dasar hukum dalam menerapkan pungutan, maka bisa tersangkut kasus hukum.
“Saya melihat adanya tindakan pungli di setiap tahun ajaran selalu terjadi. Modusnya yang dilakukan ini tentunya beragam. Saya sebagai ketua DPRD sangat sering menerima aduan keberatan dari masyarakat soal pungutan dari sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga menengah,”kata Jhon Krisli saat berbincang dengan Ketua Timn Sapuh Bersih (Saber) pungli di DPRD Kotim (29/3) kemarin.
Diakui Jhon, kadang pungutan itu berlindung dibalik keputusan komite sekolah. Menurutnya, sering adanya Pungli dan ketika ditanyakan, maka dasar pungutan dalihnya adalah atas kesepakatan komite. Namun lanjutnya, apabila ditarik benang merahnya dalam pelaksanaan rapat itu hanya dihadiri sedikit dari orang tua siswa. Rapat itu hanya memberikan legitimasi kepada rancangan sekolah. Sehingga, nantinya ketika ada persoalan maka komite yang dihadapkan.
”Mereka yang hadir kadang orang-orang kalangan ekonomi mampu. Memang bagi mereka tidak masalah mengeluarkan biaya lebih. Tapi bagi masyrakat kita yang ekonominya pas-pasan, itu jadi masalah,”paparnya.
Jhon juga mengingatkan, agar Dinas Pendidikan setempat untuk aktif mensosialisasikan soal pemberantasan pungli. Ditegaskanya ini penting agar jangan sampai ada guru dan kepala sekolah akhirnya harus berhadapan dengan hukum akibat tindakannya melakukan pungli. “Tugas Disdik ini mengawasi dan mengawal mulai dari saat ini,”tambahnya.
Namun dikatakannya pula, apabila di sekolah swasta, maka pungutan untuk penerimaan siswa baru memang wajar saja, berbeda halnya dengan sekolah negeri yang harus mendapatkan perhatian khusus.
“Bahkan kalau bisa, sekolah negeri ini bisa mengadopsi program sekolah swasta yang menerapkan sistem subsidi silang. Murid yang ekonomi mapan menutupi sebagian biaya murid yang tidak mampu. Hal itu agar prinsip kegotongroyongan sudah tertanam sejak sekolah,”pungkas Jhon Krisli.(ang/gus)