SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Rabu, 05 April 2017 14:58
Dulu Sesajen, Sekarang Makanan Rakyat

Mengenal Lebih Dekat Proses Malamang dan Mangenta

BUDAYA RAKYAT: Proses membuat lamang yang dilombakan di Museum Kayu Sampit kemarin.(USAY NOR RAHMAD/RADAR SAMPIT)

Malamang dan mangenta merupakan proses pembuatan dua jenis makanan tradisional khas Kalteng; lamang dan kenta. Meski generasi muda mulai melupakan makanan tradisional ini, tak sedikit warga lokal yang terus menjaga budaya itu.

SERA DIYA, Sampit

Tabung-tabung bambu hijau bersusun rapi di atas karpet biru panjang yang digelar di halaman Museum Kayu Sampit. Di sekitarnya, ibu-ibu dan bapak-bapak berpakaian tradisional duduk dengan berbagai peralatan masak. Memakai tapih batik dan topi jerami, beberapa dari mereka menuangkan beras ketan dan santan ke dalam tabung bambu yang sudah dilapisi daun pisang.

Tabung-tabung bambu yang berisi beras ketan dan santan tersebut, kemudian dibariskan rapi bersandar di sebatang kayu, dibakar di atas api yang menyala sedang. Sesekali, satu dua orang mengipasi agar api tak padam, menjaga agar bambu tetap terpanasi sempurna.

Malamang, seperti itulah proses pembuatan makanan khas dalam bambu tersebut. Meskipun saat ini sudah menjadi makanan tradisional yang dikonsumsi masyarakat luas, dulunya lamang merupakan salah satu jenis makanan yang dijadikan sesajen dalam acara keagamaan umat Hindu Kaharingan.

”Malamang ini bisa dikatakan sebagai budaya masyarakat, tidak hanya untuk ritual agama Hindu, tetapi juga masyarakat umum cukup banyak yang suka. Sejak zaman dulu, makanan ini sudah ada, dan setiap acara keagamaan, pasti ada masakan ini,” ucap Pungkal, kabid Bina Budaya Dinas kebudayaan dan pariwisata Kotim.

Membudayanya makanan ini membuat proses pembuatannya selalu menjadi ajang yang dilombakan pada setiap event festival budaya. Tidak hanya pada festival Habaring Hurung yang saat ini dilaksanakan di Kotim, tetapi juga event-event lain di kabupaten se-Kalimantan Tengah.

Hal yang paling unik dari pembuatan makanan ini, kata Pungkal, adalah dari teknis memasaknya, yaitu di dalam bambu. Bambu yang digunakan pun bukan bambu sembarangan, tetapi bambu khas, yaitu humbang lawas.

”Beda dengan bambu Jawa, bambu kita ini tipis dan memiliki aroma khas. Ini yag membuatnya khas dan unik. Kalau bukan bambu ini, hasilnya berbeda. Nama bambunya humbang lawas. Dengan bambu ini, lamang itu paling lama satu jam saja sudah masak. Kalau pakai bambu lain cenderung tidak beraroma dan masaknya pun lambat karena kulit bambunya tebal,” jelasnya.

Budaya malamang, hingga saat ini masih dilestarikan masyarakat lokal. Di berbagai lokasi, termasuk di kecamatan dalam kota, lamang masih cukup sering ditemukan dijual di pasar-pasar atau tempat makan. Untuk memakannya pun, bisa  sesuai selera orang yang memakannya. Bisa dengan lauk berupa ikan asin, inti, dan lain-lain.

Berbeda dengan lamang, kenta bisa terbilang awam di telinga masyarakat kota. Proses pembuatannya yang disebut mangenta pun tidak bisa dilakukan kapanpun. Sebab mangenta hanya bisa dilakukan saat panen tiba. Karena pada dasarnya, makanan ini merupakan makanan yang disajikan setelah panen tiba.

Dijelaskan Agus Sanang, salah satu panitia pelaksanaan lomba Malamang dan Mangenta, mangenta menggunakan beras ketan sebagai bahan bakunya, sama seperti malamang. Tapi berbeda dengan malamang, mangenta tidak dibakar.

”Jadi mangenta ini menggunakan beras ketan muda yang baru masak di sawah. Setelahnya, beras ketan di sangrai dengan kulitnya. Proses menyangrainya pun tidak boleh terlalu masak atau kurang matang. Setelah cukup panas, baru ditumbuk,” jelasnya.

Karena menggunakan beras ketan muda yang baru masak, adonan kenta menjadi cukup lengket. Sehingga untuk menumbuknya, diperlukan dua orang, satu orang menumbuk, sementara orang lainnya mencongkel adonan yang lengket tersebut.

Adonan yang sudah ditumbuk, kemudian dicampur parutan nyiur (kelapa), gula dan garam secukupnya. Setelah adonan tercampur semua, adonan mengenta kemudian dituang dengan air panas dan didiamkan selama sekitar 15 menit. Begitu adonan lunak, maka kenta siap disajikan.

Mangenta sendiri, dijelaskan Agus merupakan makanan yang ada karena kepercayaan suku dayak terhadap istilah ‘jatau helu kuman manyahelu batu’. Karena menurut masyarakat dayak tidak ada batu, tidak ada senjata yang bisa diasah untuk mereka bekerja mencari makan.

”Itulah awal mula mangenta. Artinya apapun masakannya, kita tidak bisa makan duluan sebelum memberi kepada batu. Jadi mangenta itu merupakan pesta makan batu, ritual pemberian sesajen kepada batu. Itu menurut keyakinan orang dayak zaman dulu,” jelasnya.

Mangenta, dulu merupakan makanan yang disukai warga lokal Kalimantan Tengah, terutama suku dayak yang bercocok tani. Setiap kali panen, ucap Agus, warga pasti akan mangenta. Sayangnya saat ini, mangenta tidak begitu dikenal masyarakat. Saat ini, budaya mangenta kebanyakan hanya diketahui warga lokal di pedesaan, sementara orang-orang di kota hampir tidak mengenalnya lagi.

”Orang tua rata-rata masih tahu, tapi generasi muda kurang mengetahuinya. Apalagi orang-orang lokal sekarang sudah jarang bertani. Kita bisa lihat dari sisi lahan kita, yang benar-benar bertani itu kan tinggal sedikit. Kebanyakan ditanami sawit. Orang-orang  desa juga banyak yang lari ke kota, jadi otomatis orang-orang lokal yang bertahan dan bertani mulai  berkurang. Tapi di desa-desa mangenta ini masih dilakukan, terutama pada awal panen,” pungkasnya. (***/dwi)

 


BACA JUGA

Selasa, 13 Mei 2025 13:14

Proses SPMB Harus Gratis dan Transparan

SAMPIT — Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menegaskan komitmennya…

Selasa, 13 Mei 2025 13:14

Koordinasi dengan Kemensos untuk Perbaikan Data Warga Miskin

SAMPIT— Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim)  berupaya memutakhirkan data warga…

Selasa, 13 Mei 2025 13:13

Tingkatkan Pelayanan Lewat Sharing Season RPAM

SAMPIT — PDAM Kotawaringin Timur (Kotim) terus berkomitmen meningkatkan kualitas layanan…

Selasa, 13 Mei 2025 13:13

Banjir Rob Ancam Teluk Sampit

SAMPIT — Ancaman banjir rob kembali mengintai wilayah pesisir Kabupaten…

Jumat, 09 Mei 2025 17:38

Apresiasi Panen Bioflok untuk Ketahanan Pangan

SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyambut baik upaya…

Jumat, 09 Mei 2025 17:36

Dinkes Kotim Siagakan Obat dan Layanan Kesehatan Hadapi Penyakit Musiman

SAMPIT – Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur (Dinkes Kotim) meningkatkan…

Jumat, 09 Mei 2025 17:35

Prioritaskan Jemaah Lansia, Pemberangkatan Calon Haji Kotim Lewat Udara

SAMPIT – Sebanyak 218 calon haji asal Kotawaringin Timur (Kotim)…

Jumat, 09 Mei 2025 17:25

Pabrik Pakan Ikan Beroperasi, Harga Lebih Murah

SAMPIT - Pabrik pakan ikan milik Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur…

Jumat, 09 Mei 2025 17:23

Kader PKK Miliki Peran Mulia

SAMPIT — Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Halikinnor menegaskan pentingnya peran…

Jumat, 09 Mei 2025 17:23

Dharma Santi Momentum Pererat Kerukunan dan Persaudaraan

SAMPIT — Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mendorong generasi muda…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers