SAMPIT – Sejumlah perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur melakukan aktivitas tambang galian C. Padahal, pemerintah telah melarang perusahaan sawit menambang galian C.
"Ada tiga PBS yang sudah kami tolak ingin mengajukan izin galian C. Kami menolak karena PBS (perusahaan besar swasta) tidak boleh melakukan usaha galian C," kata Assisten II Setda Kotim Halikin Noor.
Dia menjelaskan, selama ini perusahaan perkebunan menggunakan galian C untuk pembuatan jalan. Sementara pihak yang boleh melakukan usaha galian C hanya masyarakat atau perorangan. Usaha galian C perorangan juga dibatasi lima hektare.
Pihaknya akan menghitung seberapa banyak galian C yang digunakan PBS saat ini, lalu menagih pajaknya. "Nanti galian C yang digunakan PBS akan kita tagih pajaknya, mereka harus bayar kepada daerah," ucap Halikin.
Menurutnya, Badan Pendapatan Daerah Kotim menetapkan pajak 5 persen untuk galian C. Namun, selama ini PAD melalui sektor galian C sangat minim, karena tidak tergarap secara maksimal.
Pajak galian C selama ini hanya dibebankan kepada para kontraktor proyek pemerintah. Setiap volume galian C yang digunakan itu tercatat pada rencana anggaran biaya (RAB) proyek. Ketika proses pencairan di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dana langsung dipotong. Sedangkan pengusaha galian C tidak pernah dikenai kewajiban membayar. “Selama ini pengusaha galian C tidak kena beban. Yang kena kontraktornya,” kata Halikin.
Sementara itu, Pejabat Badan Pendapatan Daerah Kotim Rudi Kamislan menegaskan, usaha galian C pribadi dibatasi lima hektare. Jika lebih dari lima hektare, harus ada studi kelayakan. Apabila sudah dipenuhi, tinggal pengajuan izin ke pemerintah provinsi. Setelah izin keluar, pengusaha tidak bisa serta merta bekerja. Saat sudah mendapat izin eksplorasi, pengusaha wajib membuat dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan tahapan lainnya untuk menentukan bisa tidaknya produksi.
Dalam pengurusan izin ini juga wajib ada dana jaminan reklamasi yang dititipkan ke pemerintah. Setelah selesai dikeruk, kawasan galian harus direklamasi. Jika kewajiban reklamasi sudah ditunaikan, maka dana jaminan bisa diambil kembali.
Pemkab Juga Kesulitan
Sementara itu Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi mengakui pemerintah kabupaten juga kesulitan dalam mendapatkan material galian C. Sejumlah proyek pemerintah terhambat lantaran tidak mendapat pasokan pasir dan tanah uruk.
”Pemerintah juga kesulitan jika tidak ada produk galian C. Misalnya untuk pembangunan jembatan, perlu pasir dan semen. Membangun jalan perlu batu dan tanah uruk. Banyak kendala kalau masalah galian C ini tidak segera dicari jalan keluarnya,” kata Supian Hadi, Sabtu (23/4) lalu.
Menurutnya, pemkab sudah merapatkan masalah ini. Pemerintah daerah juga telah melakukan pendataan terhadap perusahaan penambang galian C dan hasilnya akan segera diberikan ke Gubernur Kalimantan Tengah. Supian meyakini, Gubernur Kalteng akan dapat memberikan keputusan terbaik bagi pembangunan Kotim, dan Kalteng pada umumnya.
”Masalah pertambangan sekarang bukan ditangani oleh Pemkab Kotim, dialihkan ke provinsi. Kabupaten hanya mengikuti instruksi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi melalui dinas pertambangan dan energi,” jelasnya.
Meski begitu, pemkab akan memberikan rekomendasi bagi perusahaan-perusahaan tambang galian C untuk bisa menjalankan usahanya dengan cara yang legal. ”Menertibkan ini bukan untuk memutus atau mematikan usaha. Tetapi bagaimana agar memberi legalitas kepada masyarakat. Perusahaan legal bayar pajak, PAD dapat, pekerja aman, yang bikin bangunan juga bukan dari bahan ilegal,” pungkasnya. (sei/ang/yit)