ORANG biasa menyebutnya malam selikur, yakni malam ke-21 Ramadan. Tradisinya adalah membuat damaran di langgar dan masjid di Kota Sampit. Itu sudah jarang sekali. Tradisi membuat damaran ingin dikembalikan seperti puluhan tahun silam.
RINDUWAN, Sampit
Membuat damaran memang masih asing bagi kalangan anak muda sekarang. Pasalnya membuat damaran bagi warga Kota Sampit yang usianya lebih dari 30 tahun mungkin hal yang biasa. Karena tradisi membuat damaran ini sering dilakukan pada tahun 1980 hingga 1990-an terutama di langgar dan masjid.
Tradisi ini hanya dilakukan saat malam selikur (21 dalam bahasa indonesia) Ramadan. Namun sejak belasan tahun terakhir membuat damaran jarang sekali ditemukan bahwa tradisi ini nyaris hilang.
Maka dari itu, warga Jalan Ir H Juanda RT 02 RW 02 Kelurahan MB Ketapang ingin menghidupkan tradisi membuat damaran. Nantinya tempat yang dilakukan menyalakan damaran ini di Langgar Ar Rahmah.
Berbagai persiapan dilakukan oleh masyarakat sekitar langgar dan dibantu anak-anak yang mengaji di langgar tersebut. Mulai dari mempersiapkan pembuatan damaran dan lampion.
Pembuatan damaran yakni menggunakan bambu yang dilubangi dan diberikan sumbu agar apinya menyala. Hanya yang membedakan damaran zaman dulu dengan sekarang yakni bahan damar.
”Dulu ketika membuat damaran itu menggunakan bambu dan getah dari pohon damar untuk bahan bakarnya. Sedangkan sekarang sudah sulit mendapatkan pohon damar,” kata H Abdul Malik Seman warga sekitar langgar.
Sedangkan untuk bahan bakar damaran kali ini menggunakan minyak tanah. Karena sulit mendapatkan getah damar. ”Lagi pula zaman sudah modern jadi kita manfaatkan minyak tanah agar memudahkan kita juga,” terangnya.
Dikatakan H Abdul Malik, sebenarnya dirinya ingin tradisi seperti dirinya waktu kecil hidup kembali. Tradisi membuat damaran di malam selikur Ramadan sudah menjadi kewajiban saat dirinya kecil.
Bahkan, bukan sekadar menjalankan tradisi, melainkan membuat damaran juga mensyiarkan Islam waktu itu. Dengan membuat damaran di malam selikur itu bisa menarik banyak masyarakat melakukan berbagai aktivitas di langgar atau masjid.
Selain membuat damaran juga membuat lampion yang terbuat dari balon dengan dililit benang dengan ditulisi lafaz Allah dan Muhammad di setiap lampion.
Hal tersebut dilakukan untuk meramaikan malam selikur Ramadan. Sehingga tidak hanya damaran tapi juga lampion yang dihias di beberapa sudut langgar.
Sebenarnya, membuat damaran ini untuk syiar dan mengajak masyarakat berbuat yang baik di malam selikur.
Langgar dan masjid saat awal bulan suci Ramadan selalu penuh mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun menginjak ke pertengahan puasa sudah mulai berkurang yang melakukan salat tarawih dan tadarus di masjid.
”Dengan membuat damaran di Mushola Ar Rahmah nantinya bisa menarik masyarakat lagi. Melakukan kegiatan yang baik sampai menjelang subuh,” kata H Abdul Malik ini.
Seperti diketahui, malam lailatul qadar ini datang pada malam ganjil sebelum Lebaran. Maka malam selikur merupakan pertama malam ganjil tersebut.
”Jadi kita buat damaran di Langgar Ar Rahmah ini masyarakat bisa melakukan kebaikan. Mulai salat malam, membaca alquran, dan itikaf. Kegiatan di malam lailatul qadar ini lebih baik amalan dari 1000 bulan,” jelasnya.
Kemudian masih banyak lagi kemuliaan malam lailatul qadar, mulai dari dosa setiap orang yang menghidupkan malam lailatul qadar akan diampuni oleh Allah, dan malam lailatul qadar juga penuh keberkahan.
Sehingga saat malam selikur nantinya diharapkan banyak masyarakat di sekitar Langgar Ar Rahmah bisa tertarik ke langgar. Termasuk mempersilakan masyarakat yang ingin melakukan aktivitas di langgar dengan tradisi menyalakan lampu damar. Filosofinya yakni agar umat muslim diberikan cahaya dari Allah di jalan yang benar. (***/dwi)