PALANGKA RAYA – Puluhan petani di di Desa Jangkang, Kecamatan Pasak Telawang, Kabupaten Kapuas, kehilangan mata pencaharian. Pasalnya, lahan seluas 150 hektare milik warga diduga dicaplok perusahaan yang berselisih dengan warga dan kelompk tani.
Petani menuding perusahaan melakukan tindakan semena-mena karena tidak ada ganti rugi dan mengklaim lahan. Perusahaan dinilai tidak memiliki dokumen resmi atas kepemilihan lahan yang sudah dimiliki warga secara turun-temurun dan telah ditanami rotan maupun pohon karet tersebut.
Ketua Kelompok Tani Penghijauan Tinggang Sukarman mengatakan, ada sekitar 40 petani yang lahannya dicaplok. ”Perusahaan melakukan penggarapan lahan milik warga seluas 150 hektare dan memusnahkan kebun rotan. Alasannya telah membayar ganti rugi, tetapi perusahaan tidak dapat menunjukkan dokumen ganti rugi itu,” ujarnya.
Permasalahan tersebut, lanjutnya, sudah sampai ke DPRD Kapuas, tetapi tidak ada titik temu. Namun, disepakati lahan itu status quo dan bersurat. Selanjutnya ditindaklanjuti ke Pemkab Kapuas. Dalam pertemuan perusahaan diminta memperlihatkan dokumen ganti rugi, namun tetap tidak bisa menunjukkannya.
Selanjutnya dilakukan beberapa kali pertemuan dan di dalam rapat meminta ganti rugi Rp 4 miliar lebih. Namun, dari perusahaan mempertahankan Rp 2,4 miliar. Atas nominal itu, warga sepakat dan setuju. Namun, di perjalanan perusahaan mengikari dan melayangkan surat untuk melapor ke pengadilan.
”Pencaplokan itu membuat mata pencaharian warga lenyap karena mayoritas merupakan petani karet dan rotan. Perusahaan itu juga belum memiliki SK pelepasan hutan dari menteri kehutanan, tetapi sudah operasional,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum Kebangkitan Indonesia Baru (KIB) Bachtiar Efendi mengatakan, pihaknya diminta melakukan pendampingan sekaligus bantuan hukum terkait lahan yang digarap perusahaan tersebut.
Menurutnya, perusahaan tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah itu. Karena itu pihaknya turun ke lapangan dan memasang tanda larangan agar tidak melakukan aktivitas.
”Kami berikan waktu dalam tenggang waktu 15 hari kepada perusaahaan untuk menyelesaikan permasalahan ini atau lahan itu diambilalih oleh masyarakat,” katanya. (daq/ign)