PANGKALAN BUN – Libur Lebaran dimanfaatkan masyarakat untuk melancong ke Pantai Bugam Raya dan Taman Wisata Alam (TWA) Tanjung Keluang. Sayang, banyak pengunjung yang membuang sampah sembarangan.
"Kita kadang mengeluh kepada pemerintah tentang kotornya tempat wisata, sebenarnya kita harus sadar tanggungjawab kebersihan kota dan tempat wisata itu bukan sekadar diserahkan kepada pemerintah, tapi kepada diri kita sendiri," ujar Niang, Warga Pangkalan Bun.
Warga lainnya, Indra Hermawan, juga mengatakan bahwa tempat sampah yang tersedia di lokasi wisata selalu penuh dan tidak cukup menampung sampah yang ada. Jumlah tempat sampah yang ada berjauhan antara satu dengan yang lain.
"Sebaiknya setiap beberapa jarak yang dekat disediakan tempat sampah dan yang tidak kalah penting adalah petugas kebersihan yang selalu standby dan membersihkan setiap beberapa saat agar debit sampah tidak menumpuk," sarannya.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Kobar, Gusti Imansyah menyangkan dengan sikap para pelancong yang telah membuang sampah tidak pada tempatnya, sehingga menimbulkan rasa tidak sedap untuk dipandang para pelancong lainnya untuk menikmati masa liburan dilokasi wisata tersebut.
"Kurangnya kesadaran pengunjung menjaga kebersihan pantai," pungkasnya.
Sementara itu pemerhati lingkungan dari Yayasan Indonesia Green Internasional Yofie Kamale mengatakan, masalah sampah tidak hanya akibat rendahnya kesadaran masyarakat. Aturan tegas dari pemerintah yang belum ada dinilai turut andil dalam pembiaran perilaku nyampah di lokasi wisata alam.
“Dengan kejadian di Pantai Kubu (bagian dari Bugam Raya) beberapa hari lalu dimana sampah berserakan karena pengunjung tidak membuang sampah pada tempatnya. Itu bukan hanya kesalahan masyarakat, pemerintah bisa jadi turut andil melakukan pembiaran karena tidak adanya aturan yang tegas tentang sampah di lokasi wisata itu,” ujarnya, Sabtu (1/7) siang.
Tidak hanya itu, andil pemerintah dalam produksi sampah ini juga cukup besar. Tidak hanya ketiadaan aturan tegas mengenai pelanggar (pembuang sampah semabarangan) juga karena tidak adanya aturan yang mampu menekan produsen barang dan jasa yang berpotensi menimbulkan sampah agar membuat produk yang ramah lingkungan.
“Sumber terjadinya pencemaran lingkungan diawali oleh pemberian izin usaha terhadap pelaku bisnis yang menimbulkan sampah oleh pemerintah tanpa adanya penekanan akan analisis dampak lingkungan dari produk penyert yang mereka hasilkan,” katanya.
Dia mencontohkan, produk makanan berbungkus plastik sampai saat ini seakan tidak ada perubahan regulasi. Peralihan akan pembungkus makanan dari plastik biasa menjadi plastik ramah lingkungan juga tidak dibuatkan aturan tegas dan juga sanksi bagi yang belum melaksanakannya. (sla/jok/yit)