KASONGAN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Katingan terpaksa menangkap sendiri Kepala Desa (Kades) Tumbang Tanjung Kecamatan Pulau Malan Ciwan MA Theo (44). Lantaran enggan memenuhi panggilan jaksa.
Penangkapan dipimpin Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Tommy A SH dan di dampingi Kasi Intelijen M Arsyad SH bersama sejumlah anggota di kediaman tersangka di Kota Palangka Raya, Senin (17/7) siang.
"Kemarin kita sudah melakukan pemanggilan beberapa kali, namun tidak hadir alasannya sedang kerja atau sakit. Lantaran tidak membuktikan surat keterangan sakit, kita terpaksa melakukan penangkapan," ungkap Kasi Pidsus Tommy A SH di Kantor Kejari setempat, Senin (17/7).
Menurutnya, kades tersebut dijadikan tersangka dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan total kerugian negara mencapai Rp 256 juta. Uang sebanyak itu berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD) Dana Desa (DD), dan bantuan anggaran pemerintah lainnya di tahun anggaran 2015 lalu.
"Januari 2017 lalu Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah mendapatkan berkasnya, dan sejak tanggal 22 Juni kemarin kasusnya sudah lengkap atau P21. Tinggal menghadapkan tersangka Ciwan MA Theo beserta barang bukti ke meja persidangan," jelasnya.
Usai ditangkap, tersangka kemudian langsung diserahkan pihaknya kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk diserahterimakan ke tahap II.
"Sementara, tersangka dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Palangka Raya. Penangkapan ini prestasi sekaligus kado di HUT Kejaksaan ke 57 tahun," imbuhnya.
Dalam kasus ini, kerugian keuangan negara mencapai angka Rp 256 juta dari total Rp 400 juta yang diterima Desa Tumbang Tanjung tahun 2015 lalu. Uang sebanyak itu berasal dari beberapa sumber, yakni ADD sebesar Rp 125 juta, DD Rp 230 juta. Disusul dana bantuan keuangan dari Provinsi Kalimantan Tengah Rp 22 juta, serta dana retribusi perimbangan dari Kabupaten Katingan sejumlah Rp 8 juta.
Uang APBDes tahun 2015 itu, seharusnya seharusnya digunakan untuk pelaksanaan kegiatan pembuatan badan jalan di Batu Rewa, jalan menuju SDN Tumbang Tanjung, dan pembuatan gorong-gorong jalan. Sedangkan sektor ADD digunakan untuk keperluan operasional pemerintah desa setempat.
"Dana bantuan keuangan dari provinsi itu seharusnya digunakan untuk membuatan siring. Kenyataannya anggaran sebanyak itu tidak bisa dipertanggungjawabkan hingga pembuatan SPJ fiktif," pungkasnya. (agg)