PERAN pengawas pemilu sangat strategis dalam pesta demokrasi. Namun, godaan dan tekanan juga tak kalah hebatnya. Perlu orang-orang dengan integritas tinggi agar proses demokrasi benar-benar berjalan sesuai aturan agar rakyat tak dirugikan.
GUNAWAN, Sampit
Dunia politik bukan barang baru bagi Satriadi. Mental pria kelahiran Mentangai 46 tahun silam ini sudah ditempa dengan kerasnya kehidupan organisasi dan menjadi aktivis selama beberapa tahun. Dia juga tercatat pernah menjadi jurnalis.
Sederet jabatan strategis organisasi dan lembaga pernah diembannya, di antaranya Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Kalteng (2002-2005), Direktur Eksekutif Yayasan Betang Borneo (2005-2006), Direktur Eksekutif Walhi Kalteng (2006-2009), dan Ketua Komisi Informasi Kalteng dua periode (2011-2015 dan 2015/2017).
Saat menjadi aktivis lingkungan, Satriadi kerap berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Dia sering mengkritik Pemprov Kalteng yang saat itu di bawah kepemimpinan Agustin Teras Narang terkait pemberian izin perkebunan kelapa sawit yang membabat hutan.
Kini, pria itu dipercaya menjadi Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalteng. Sebuah jabatan dengan tantangan yang berat, mengingat setiap penyelenggaraan pemilu selalu diwarnai pelanggaran. Kualitas demokrasi menjadi taruhannya.
Satriadi bersama dua rekannya anggota Bawaslu Kalteng, Edi Winarno dan Titi Yukrisna, yang dilantik pada 20 September lalu di Jakarta, ingin proses demokrasi di Kalteng berjalan sesuai jalurnya dan rakyat tak dirugikan oleh para politikus busuk yang gemar melanggar aturan demi kekuasaan dan jabatan. Berikut petikan wawancaranya.
Apa yang mendasari Anda untuk ikut seleksi anggota Bawaslu?
Hal yang mendasari masuk Bawaslu, bahwa demokrasi hanya sebatas prosedural. Jika masih banyak penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan perundangan, rakyat akan dirugikan. Maka, untuk mencegah itu semua, fungsi dan peran pengawasan harus tegas, tidak ada kompromi.
Apakah selama ini peran pengawasan belum maksimal dan kurang tegas?
Saya kira cukup maksimal. Ini juga terkait dengan kewenangannya. Nah, dalam UU baru, UU Nomor 7 Tahun 2017, peran dan kewenangan Bawaslu diperkuat. Bahkan, bisa mendiskualifikasi calon yang melanggar.
Bagaimana persiapan Anda sebelum mengikuti tes?
Tidak ada persiapan khusus ketika tes, yang penting kita memiliki niat yang kuat bahwa kita mampu bersaing. Tentu kita bisa mengukur kemampuan terkait pemahaman-pemahaman regulasi tentang kepemiluan.
Apa sudah yakin lolos sebelumnya?
Tentu setiap orang saya kira harus memiliki keyakinan masing-masing terhadap apa yang dia ikuti atau kerjakan, meski saya merasa manusiawi juga jika muncul rasa pesimistis. Tapi, yang penting bagi saya, apa pun hasilnya, bahwa itulah kemampuan saya dan saya juga meyakini bahwa perjalanan hidup seseorang sudah digariskan oleh Yang Kuasa. Tugas kita hanya menjalaninya dengan tawakal.
Tahapan tes mana yang paling sulit? Kenapa?
Tentu masing-masing tahapan berat. Tahap pertama, misalnya untuk pertama kalinya tes dengan sistem CAT (Computer Assisted Test). Juga yang sangat berat tentu fit and proper test yang dilaksanakan di Jakarta.
Bagaimana reaksi Anda ketika ditunjuk jadi ketua?
Ketika rekan-rekan menunjuk jadi ketua, suka tidak suka saya harus siap.
Apa pertimbangan rekan-rekan Anda?
Pertimbangan rekan-rekan yang saya tangkap, di antaranya, mereka melihat pengalaman dua periode sebagai ketua di Komisi Informasi. Kemudian jaringan juga.
Tekanan terhadap penyelenggara pemilu, terutama Ketua Bawaslu, sangat kuat saat pemilu, apakah Anda sudah menyadari?
Tentu ketika memutuskan masuk di Bawaslu, saya sudah menyadari kuatnya tekanan. Namun, saya berpikir positif saja, sepanjang apa yang saya lakukan sesuai koridor yang ada, tentu semua pihak bisa memahami dan bahkan saya kira bisa mendukung apa yang kita lakukan. Prinsipnya, kita terbuka saja.
Bagaimana Anda akan menghadapinya? Apakah sudah menyiapkan strategi?
Tidak ada strategi khusus untuk itu. Yang pnting apa yang kita lakukan tidak keluar dari peraturan perundangan.
Saat menjabat sebagai Ketua Komisi Informasi Kalteng, apakah pernah mendapat tekanan dari pihak yang berperkara? Kalau pernah, bagaimana menghadapinya?
Selama di KI, selaku ketua saya tidak pernah mendapat tekanan. Saya juga tidak tahu apa mungkin semua pihak dapat menerima apa yang menjadi putusan KI.
Apakah pernah ada yang menawari uang dalam sidang Komisi Informasi?
Selama di KI dan menangani sengketa-sengketa informasi, tidak ada yang pernah menawari uang atau hal lain. Saya juga gak tahu, apa mungkin mereka tahu bahwa pasti akan saya tolak, ya? Haha...
Anda pernah jadi aktivis, jurnalis, dan Ketua Komisi Informasi. Profesi mana yang paling menantang dan berkesan? Mengapa?
Semua hal yang pernah menjadi aktivitas saya, tentu masing-masing ada tantangan tersendiri dengan problem yang berbeda. Jadi, ya sama saja. Namun, tantangan terbesar tentu ketika saya di Komisi Informasi dan dipercaya jadi ketua. Ini benar-benar serba nol, karena tidak ada sama sekali, baik anggaran, kantor, tenaga sekretariat, dan lain sebagainya.
Apa pesan Anda untuk anggota Panwaslu se-Kalteng?
Kepada rekan-rekan Panwas se-Kalteng, saya hanya berpesan, jaga integritas, luruskan niat bahwa menjadi panwas adalah bagian dari perjuangan untuk menegakkan demokrasi yang menjadi harapan dan cita-cita rakyat dan yang penting menjadi tim yang kompak dan solid. (***)