SAMPIT – Perburuan kursi sekretaris daerah (sekda) Kotim diikuti lima kandidat. Setelah Marjuki, Halikinnor, Fajrurrahman, dan Bima Ekawardhana, kemarin Kepala Dinas Perspustakaan dan Arsip Daerah Kotim Suparmadi yang mendaftar. Publik tentu berharap tak ada sandiwara dalam lelang jabatan orang nomor satu di kalangan ASN itu.
Kecurigaan publik akan keseriusan lelang ini dipantik pernyataan dua kandidat sebelumnya, yakni Marjuki dan Bima Ekawardhana. Pada 17 September lalu, Marjuki dengan tegas menyatakan tak akan mendaftar. Kenapa? ”Saya rasa Pak Halikinnor lebih pantas,” ujarnya.
Pun demikian dengan dengan Bima. Kepala Dinas Pendidikan itu mengeluarkan pernyataan yang lebih beraroma pesimistis. ”Banyak pejabat lain yang lebih senior dan layak, ” kata Bima Ekawardhana kala itu.
Marjuki kemudian menjadi orang pertama yang mendaftar lelang sekda. Disusul Halikinnor, Fajrurrahman, dan Bima. Lalu ditutup Suparmadi kemarin. ”Pak Suparmadi tadi (kemarin) yang terakhir sepertinya. Jadi jumlah peserta sampai saat ini lima orang pejabat eselon II yang mendaftarkan diri," kata Kepala BKD Kotim Alang Arianto.
Tokoh Kotim, yang juga mantan anggota DPRD Kotim periode 2004-2009, Diyu T menegaskan bahwa pendaftaran bakal calon sekda mesti serius. Publik jangan sampai dipolitisasi. Kelima pejabat yang mendaftar jangan hanya sekadar formalitas, ataupun pelengkap aturan untuk pengisian jabatan strategis tersebut.
”Kalau melihat dari pernyataan dua bakal calon sekda yang melamar itu sebelumnya, memang tidak ada niat maju jadi sekda. Artinya di sini ada hal yang di-setting, tidak menutup kemungkinan pelamar itu hanya untuk pelengkp aturan saja agar tidak bertele-tele," kata Diyu.
Dia tidak menampik bahwa publik saat ini melihat sekda definitif nanti kemungkinn besar dijabat Halikinnor. Namun, itu belum ada jaminan. Terkait sinyalemen dari Bupati Kotim Supian Hadi yang menegaskan Plt Sekda saat ini belum pasti definitif, lanjut dia, itu hanya lips service biasa.
”Tapi mestinya pendaftaran jadi bakal calon sekda itu bukanlah untuk main-main. Ini birokrasi, bukan politik yang main sandiwara," tegasnya.
Tidak kalah penting, kata Diyu, sekda ke depannya adalah orang Kotim yang menguasai persoalan daerah ini secara kompleks. Selama ini, mereka sebagai warga di pedalaman merasa didiskriminasi oleh kebijakan pemerintah. Contohnya keberpihakan anggaran ke warga pedalaman sangat kecil. Pembangunan akses infrastruktur sangat jauh dari harapan.
”Jabatan sekda itu adalah komandanya eksekutor program, selain itu sekda juga punya ruang untuk menentukan arah kebijakan pembangunan daerah, karena posisinya sebagai ketua TAPD. Maka dari itu sekda harus punya hati yang peka melihat warga di pelosok,” kata dia.
Diakuinya, jabatan sekda memang bergengsi, namun juga berisiko tinggi. ”Karena segala program bupati itu di pundak sekda, termasuk ketika ada hal yang bermasalah secara hukum, pastinya sekda adalah orang yang ikut bertanggung jawab," katanya.
Sejauh ini, kata Diyu, posisi sekda pasif. Hanya menerima usulan program dari SOPD. ”Kapan ada program sekda yang lahir dari ide dan gagasannya untuk memikirkan warga di pelosok?" tanya Diyu.
Untuk diketahui, lima kandidat sekda Kotim disebut semuanya berpeluang terpilih. Secara kepangkatan, mereka dinilai layak. Seperti Marjuki, sebelum menjabat Kepala Bappenda Kotim, ia menjabat sebagai Kadisdukcapil. Karir Marjuki terbilang moncer. Di bawah kepemimpinan Bupati Wahyudi K Anwar, Marjuki merupakan pejabat eselon III di Dinas Pendidikan Kotim. Kemudian meroket di periode kepemimpinan Supian Hadi.
Sementara Halikinnor, tampak lebih bersinar. Sebelum jadi Plt Sekda Kotim, ia merasakan sebagai Asisten II Setda Kotim, Assisten I Setda Kotim, Plt Kadis Perindagsar, hingga beberapa kali menjabat sebagai camat.
Karir pegawai Halikin dimulai dari staf biasa dari Kecamatan Kotabesi. Kemudian diangkat menjadi kepala seksi. Di periode Supian Hadi, Halikin mendapatkan kepercayaan sebagai Camat Mentawa Baru Ketapang.
Dari situ dia mulai menancapkan karirnya di dunia birokrat. Di Kotim, Halikin dianggap sebagai salah satu pejabat kunci bagi bupati. Saat menjabat asisten II, segala urusan yang berkaitan dengan perizinan investasi perkebunan dan pertambangan harus melewati pria asal Buntok tersebut.
Sedangkan Fajrurahman, sebelum jadi Kadisbudpar Kotim, ia menjabat sebagai Kadistamben. Namanya mulai dikenal saat kisruh di balik hadirnya 49 izin tambang yang disinyalir bermasalah.
Lalu, ada Bima Ekawardhana yang dianggap pejabat low profile. Sebelum jadi Kadisdik Kotim, dia merasakan posisi Kadinsosnakertrans dan Kadis Ketahanan Pangan. Sementara Suparmadi sebelum menjabat Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah, pernah menjabat sebagai Kadisdik dan kepala Bappenda Kotim.
Seluruh tahapan seleksi diklaim akan dilaksanakan secara transparan oleh panitia seleksi. Panitia seleksi terdiri dari lima orang, dan sudah disetujui KASN. Semua anggota pansel merupakan orang dari luar Pemkab Kotim.
Pansel diketuai Putu Sudarsana, mantan Sekda Kotim. Empat anggotanya yaitu Syahrin Daulay, Sonedi, Suhaimi, dan Saidina Aliansyah. Syahrin Daulay merupakan mantan sekda Kalteng yang saat ini mengabdi di Badan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Provinsi Kalteng. Kemudian Sonedi adalah wakil rektor Universitas Muhammadiyah Palangka Raya. Sedangkan Suhaimi adalah mantan Direktur Politeknik Negeri Banjarmasin. (ang/dwi)