SAMPIT- Anggota komisi I DPRD Kotim, Syahbana menegaskan persoalan sengketa lahan antara warga dengan perusahaan tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Menurutnya, jika dibiarkan maka yang jadi korban biasanya ada dari pihak masyarakat, karena kadang tidak memahami aturan dalam masa penyelesaian sengketa.
Seperti aktivitas pemanenan di lahan yang bersengketa.Menurutnya, hal ini menjadi salah satu penyebab banyaknya warga yang masuk dalam proses hukum. "Saya melihat persoalan tindak pidana pencurian buah itu berawal dari sengketa lahan. Kadang ada pihak yang mengklaim dan memanen buah yang ditanam perusahaan, nah hal ini yang menyebabkan masyarakat itu bisa disebut sebagai aktivitas pencurian ,” ujarnya, kemarin.
Menurut Syahbana, jika terjadi sengketa lahan hendaknya pihak masyarakat jangan coba-coba untuk memanen kebun di atas lahan yang bermasalah. Apabila itu dilakukan, maka dipastikan hal itu bisa dipidanakan oleh lawan sengketa atau pihak perusahaan .
Dirinya juga menilai, kasus di Kotim ini paling tertinggi yakni kasus pencurian buah. Di satu sisi ini juga akibat ekonomi yang sulit, serta lapangan usaha yang sempit. Syahbana menegaskan, jika itu dikomparasi dengan kultur kehidupan masyarakat tentunya ini sejalan saja. Menurutnya masyarakat sebelumnya cukup manja dengan adanya sumber daya alam, namun sejak penebangan kayu dilarang dan mulai habis, maka masyarakat merasa terkejut. Sedangkan mereka belum siap menghadapi masa itu.
"Selain soal sengketa lahan, terjadinya tidak pidana pencurian di perkebunan itu juga karena sikap kebun di sekitarnya yang kadang cuek dan kurang bersosialisasi dan berinteraksi. Maka dari itu tidak terbentuk rasa ikatan emosional perusahaan dengan warga setempat,” pungkas Syahbana.
Tidak hanya itu, ditambahkannya, bahwa pencurian di kebun yang marak juga dikarenakan masyarakat dalam kondisi ekonomi terhimpit. "Nah ini perlu ada formulasi menyikapi fenomenal pencurian di perkebunan ini. Masalahnya bukan apa, karena memang ekonomi sulit dan masyarakat perlu makan,” tandasnya.(ang/gus)