SAMPIT - Anggota Komisi III DPRD Kotim Deby Sartika mengingatkan para perusahaan untuk tidak mengabaikan hak tenaga kerja wanita. Perlakuan dari perusahaan atau manajemen kepada karyawan perempuan tidak bisa disamakan dengan karyawan laki-laki.
"Ada sejumlah perbedaan hak tenaga kerja perempuan dan laki-laki sebagaimana yang diatur dalam UU Tenaga Kerja," kata Debby Sartika.
Pekerja perempuan punya hak cuti hamil, cuti melahirkan, hak istirahat pascakeguguran, hak menyusui. Itu semua tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. "Hak cuti melahirkan sekitar 3 bulan, kalau bagi karyawan yang kena keguguran itu sekitar 1,5 bulan. Ini jelas tertuang dalam pasal 76 ayat 2 tentang tenaga kerja," kata Debby.
Bagi perusahaan yang mempekerjakan karyawan lebih dari 10 orang wajib memberikan jaminan sosial. Diduga banyak pihak yang mempekerjakan karyawan di dalam kota ini mengabaikan hak karyawan untuk menjadi peserta jaminan sosial.
"Nanti kami coba kroscek ke dinas teknis, apakah mereka mengetahui hal itu atau tidak, bahwa di dalam kota ini banyak yang mengabaikan aturan tenaga kerja tadi," ujarnya.
Pihaknya tidak ingin lagi ada istilah para pekerja paksa di Kotim, istilah itu bisa saja dilekatkan kepada buruh kasar yang disuruh bekerja maksimal tetapi hak buruh tidak dipenuhi.
"Kalau zaman penjajahan ini disebut dengan romusha. Maka dari itu jangan ada romusha saat ini di Kotim," kata dia.
Debby meminta agar karyawan berani melaporkan perusahaan yang tidak memperlakukan pekerja sesuai dengan aturan. "Kalau ada perusahaan yang mengabaikan hak karyawannya, hak cuti dan hak perempuan tadi, silakan laporkan ke DPRD ataupun langsung ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi," kata politikus Nasdem itu. (ang/yit)