PALANGKA RAYA – Kalimantan Tengah dahulu hanya jadi jalur distribusi narkotika ke beberapa provinsi tetangga. Tapi sekarang sudah menjadi pangsa pasar potensial oleh para bandar dan sindikat narkoba. Peredaran gelap narkotika di Bumi Tambun Bungai juga ternyata sangat mengkhawatirkan dan menjadi fenomena bola es.
Semakin hari semakin merajalela hingga tak menutup kemungkinan generasi di Kalteng bisa menjadi pecandu barang haram itu. Terlebih di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Di Kotim arus narkotika paling besar. Tak hanya melalui pelabuhan, tetapi jalur darat dan udara. Bahkan dalam satu bulan bisa berkilo-kilo sabu masuk.
“Paling parah dan paling banyak narkoba, sabunya adalah Kotim. Selain kota besar juga jalur laut bagus untuk peredaran narkoba dan jalur udara bisa dipakai. Maka itu saya sudah tekankan jajaran Polres Kotim untuk lebih baik dan terus waspada,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Kalteng Kombes Pol Agustinus Suprianto, Selasa (20/3).
Perwira Menengah Polri ini menyampaikan peredaran narkoba di Kotim merupakan jumlah terbesar disusul kabupaten Kotawaringin Barat, Kapuas, Palangka dan Gunung Mas. Narkotika itu biasa disuplai dari kawasan Jawa Timur dan Kalimantan Barat, Pontianak. Melalui berbagai jalur pengiriman.
“Kotim itu banyak ke kawasan tambang atau sawitan. Nah ternyata tak hanya Kotim asal tahu bahwa di Gunung Mas juga banyak sekali sabu dari banjar dan lain-lain. Jaringan di Kalteng merupakan jaringan antar provinsi, paling banyak dari di Jawa Timur dan Kalimantan Barat, Pontianak. Nah dari kawasan itu sabu dipasok ke Kalteng,”ucapnya.
Agustinus mengatakan di Kalteng ini memang belum ada produksi home industry sabu, maupun narkotika, hanya minuman keras.
“Di Kalteng adalah tujuan pemasaran, gawat lo kalau sudah berkategori tujuan pemasaran artinya pengguna barang haram itu banyak,” tegasnya.
Ujarnya, kalau perkiraan mungkin berkilo-kilo, hal itu karena per tiga bulan yang berhasil ditangkap sekitar 1,5 kilo sabu, setiap kali memesan sabu menggunakan paket hemat. Walaupun kendala penyelidikan selama kurangnya dana.
“Negara itu memberikan target, contohnya tahun 2017 hanya 60 kasus sedangkan yang ditangani lebih dari 200. Dananya dari mana kan kurang. Namun tetap kami tidak putus asa atas hal itu karena target utama adalah pemberantasan narkotika. Jujur selama ini respon masyarakat bagus kendalanya anggaran,” ujarnya.
Maka itu, dengan kondisi tersebut. Kepolisian melakukan antisipasi dan terus menyuarakan masyarakat tentang dampak buruk, memberikan infomasi dukungan kepada kepolisian. Kejaksaan, pengadilan dan kepolisian semakin sinergitas. “Apalagi para bandar ini semakin cerdas. Saya yakin itu bisa dilakukan,” pungkasnya. (daq/vin)