SAMPIT – Hujan lebat yang mengguyur Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kota Palangka Raya, Minggu (26/8), menyapu kabut asap yang sebelumnya cukup pekat. Titik panas juga seketika lenyap. Akan tetapi, kondisi itu diperkirakan hanya sementara. Tim tetap siaga, karena kemarau belum berakhir.
Tumpahan air dari langit terjadi sejak pagi hingga menjelang siang. Sebagian besar masyarakat Kota Sampit menyambut hujan gembira. Hal itu dinilai sebagai pertanda baik, karena hampir sepekan lebih Kotim dikepung asap dari kebakaran hutan dan lahan. Selain langit cerah, kualitas udara juga membaik secara drastis.
”Saya yakin, selain saya, di luar sana juga pasti merasakan dengan hal yang sama. Siapa yang tidak senang jika hujan turun. Apalagi di musim kemarau ini. Alhamdulillah, ini merupakan rejeki yang diturunkan untuk kita semua,” kata Andre, warga Kota Sampit.
Pantauan Radar Sampit di laman iku.menlhk.go.id, angka pencemaran udara di Kota Sampit menurun drastis. Indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU) mencatat angka 15, jauh dibanding sehari sebelumnya yang mencapai angka 81. Kota Palangka Raya juga demikian. ISPU berada pada angka 24, alias sangat baik.
Plt Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kabupaten Kotim Rihel juga menyambut gembira bantuan alam yang membersihkan udara sekaligus memadamkan kobaran api di atas lahan yang terbakar. Meski demikian, dia mengingatkan semua pihak agar tetap siaga, karena ada beberapa wilayah di Kotim yang masih memproduksi asap.
”Ada beberapa wilayah yang masih mengeluarkan asap, seperti di Desa Eka Bahurui, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Masih ada juga terlihat titik api, seperti di Kecamatan Antang Kalang dan Desa Bagendang,” tutur Rihel.
Rihel menegaskan, siaga antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tetap diberlakukan. Pasalnya, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Ketika hujan reda dan ada jeda kering sehari atau dua hari, potensi kebakaran hutan dan lahan masih tinggi
”Ini kembali kepada kesadaran masyarakat Kotim, khususnya masyarakat Kota Sampit. Bahwa, yang sudah terjadi selama ini karena ulah tangan manusia sendiri. Tidak ada namanya lahan atau hutan yang terbakar. Namun semuanya, karena dibakar,” ujarnya.
Hujan itu sebelumnya sesuai dengan prediksi Badan Meteorologi, Klimatogoli, dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan, hujan masih berpotensi turun. Kepala BMKG Stasiun Bandara H Asan Sampit Nur Setiawan mengatakan, musim kemarau diperkirakan akan berakhir pada akhir September hingga awal Oktober.
Dua Hari Berturut-turut
Di Palangka Raya, hujan terjadi selama dua hari berturut-turut. Guyuran air membuat titik panas lenyap. Kualitas udara yang sebelumnya sempat dicemari asap, kemarin terasa segar. Langit juga cerah.
”Titik api nihil laporan selama dua hari ini (Sabtu dan Minggu) berkat hujan. Semoga kondisi seperti ini bisa dipertahankan dan hujan kembali turun,” kata Komandan Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan (Satgas Karhutla) 2018 Letkol Czi Chandra Adibrata.
Dandim 1016 Palangka Raya ini juga mengatakan, sebelum hujan turun, di sejumlah kawasan memang ditemukan titik api, seperti Kelurahan Petuk Ketimpun, G Obos, lingkar luar, dan Maduhara. Lahan yang terbakar itu ada pemiliknya.
”Sebelum hujan ada empat titik api. Alhamdulillah, setelah kami cek, semua aman dan padam. Ketinggian air di lahan gambut berangsur naik,” ujarnya.
Chandra menambahkan, lahan yang terbakar di Kota Palangka Raya totalnya mencapai sekitar 100 hektare yang tersebar di sejumlah titik. Kawasan paling banyak di Jekan Raya dan Rakumpit. Aparat juga mengamankan pelaku pembakaran di lokasi tersebut.
Kepala BPBD Kalteng Darlansyah mengatakan, meski diguyur hujan, titik panas tetap terpantau, yakni di Kabupaten Sukamara dan Katingan masing-masing satu titik, Kotawaringin Timur tiga titik, dan Pulang Pisau 10 titik.
”Kondisi terkini titik panas berdasarkan pantauan citra satelit, di seluruh Kalteng ada 16 titik,” katanya. (sir/daq/vin/ign)