SAMPIT- Penerimaan CPNS tahun ini membuat sejumlah kalangan kecewa pada pemerintah. Pasalnya, lulusan sarjana teknis tidak mendapat jatah formasi di Kotim. Pemkab lebih memprioritaskan tenaga kesehatan dan pendidikan.
”Saya kecewa, karena sudah beberapa tahun ini menunggu tes CPNS ini, eh saat dilaksanakan tidak ada formasinya di kabupaten sendiri,” kata Milda, lulusan Sistem Informasi perguruan tinggi di Kotim.
Wanita yang saat ini bekerja di sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit ini mengaku ingin mendapatkan kesempatan menjadi abdi negara. Karena itulah dia kecewa berat daerahnya sendiri tak membuka formasi tenaga teknis. Jurusan itu hanya dibuka di provinsi dan pusat.
”Kalau masih di Sampit tesnya, masih bisa pulang pergi dari tempat kerja untuk mengurus berkas pendaftarannya,” ujarnya.
Milda berharap pemerintah juga memberikan kesempatan pada lulusan teknis untuk mendapat formasi dan kesempatan berkompetisi mengikuti tes CPNS dan menjadi abdi negara.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kotim Alang Arianto mengatakan, dari 602 formasi yang diberikan, terbagi untuk tenaga kesehatan 275, untuk tenaga pendidik 325, dan untuk honorer K2 guru 2 formasi (lengkapnya lihat infografis).
”Formasi untuk guru kelas SD paling mendominasi dan paling banyak formasinya, sehingga peluang untuk tenaga pendidikan lebih banyak,” tutur Alang.
Terkait tidak adanya formasi tenaga teknis, Alang menjelaskan, hal tersebut keputusan dari pemerintah pusat berdasarkan kebutuhan tenaga PNS di Kotim. Rata-rata seluruh provinsi di Indonesia saat ini memprioritaskan tenaga kesehatan dan pendidikan.
Sementara itu, Tris, salah seorang guru honorer di Kota Sampit mengaku akan kembali ikut dalam seleksi CPNS. Meski sudah dua kali mencoba dan gagal, dia tak menyerah. Dia juga menyatakan siap ditempatkan di wilayah pedalaman Kotim.
”Sudah 12 tahun ini jadi guru honorer. Mau juga jadi PNS dan saya siap jika ditugaskan di pedalaman Kotim sekalipun,” tegasnya.
Dia berharap mereka yang honorer tidak dilupakan. Selama ini mereka hanya menerima gaji seadanya dari sekolah. Sejak awal menghonor, Tris dibayar Rp 200 ribu hingga saat ini hanya berkisar Rp 1,2 juta, jauh dari upah minimum kabupaten (UMK) Kotim yang sebesar Rp 2,5 juta. (ang/dc/ign)