SAMPIT – Peserta yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kalimantan mendapat ”keistimewaan” pada pelaksanaan tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018 di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Batas nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) yang diperbolehkan mendaftar hanya 2,30, sementara warga luar Kalimantan minimal 2,75.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kotim Alang Arianto mengatakan, keringanan tersebut diberikan setelah ada usulan dari wilayah Kalimantan agar IPK-nya tak disamakan dengan wilayah Jawa. Dengan demikian, tahun ini diberikan kelonggaran untuk calon peserta yang memiliki KTP Kalimantan, boleh mendaftar dengan IPK di bawah 2,75.
”Pada tes sebelumnya tidak boleh. Seluruhnya minimal 2,75. Di bawah itu tidak diperbolehkan, sehingga tahun ini diberikan kemudahan. Terutama untuk putra-putri daerah asli Kalimantan,” jelas Alang, Kamis (20/9).
Hal itu tentunya akan lebih mempermudah dan membuka peluang besar bagi putra-putri daerah untuk dapat turut serta dalam tes calon abdi negara. Sebab, seluruh anak negeri yang memiliki kompetensi, memiliki hak yang sama mengikuti tes CPNS kali ini.
”Dengan keringanan syarat ini, saya berharap lebih banyak lagi putra-putri daerah Kotim yang dapat turut serta dan menjadi PNS,” ujarnya.
Apalagi yang benar-benar warga lokal asli di tempat penempatan tersebut. Misalnya, ada formasi di tempatkan di Parenggean, warga asli Parenggean juga yang lulus, akan lebih baik lagi. Sebab, mereka akan lebih betah bekerja dan mengabdi.
”Itu harapan saya. Namun, tes CPNS ini untung-untungan. Terlebih saat ini hasilnya dapat langsung diketahui peserta, setelah tes langsung diketahui hasilnya,” ujarnya.
Saat ini proses tahapan mulai dilaksanakan. Peserta diharapkan dapat benar-benar memahami tahapan demi tahapan yang telah diuraikan dalam aturan pelaksanaan pendaftaran. Apabila tidak paham, agar menanyakan langsung kepada mereka di BKD. Jangan sampai mudah termakan informasi bohong di media sosial.
Potensi Pungli
Sementara itu, potensi pungutan liar (pungli) dan mal administrasi dalam pembuatan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) harus dicegah. Keseriusan Polri menghentikan terjadinya pungli SKCK diuji.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan, perlu diketahui bahwa pelayanan SKCK ini meruakan layanan yang sangat menyentuh masyarakat. Artinya, pelayanan ini menjadi sesuatu yang diingat masyarakat.
”Kalau ada pungli dalam layanan ini, masyarakat akan mengingatnya sebagai sisi gelap Polri,” tuturnya.
Maka, dari itu potensi pungli tidak bisa tidak harus dicegah. Apalagi, tahun lalu Ombudsman melakukan investigasi menemukan berbagai dugaan pelanggaran. Seperti, mal administrasi hingga pungli. ”Pungli, antrian tidak ditaati dan permintaan tidak sesuai aturan,” ujarnya.
Menurutnya, memang Polri telah membuat SKCK online. Namun, sosialisasinya masih kurang. Kini saatnya menyosialisasikannya secara gencar. ”Saat masyarakat banyak yang mendaftar CPNS merupakan waktu tepat,” paparnya.
Yang juga penting, perlu langkah tegas bila menemukan adanya pungli. Selama ini untuk layanan SKCK temuan hanya berasal dari eksternal. ”Internal Polri belum menunjukkan upayanta bersih-bersih di sektor ini,” ungkapnya.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan bahwa masyarakat perlu mengetahui bahwa biaya pembuatan SKCK hanya Rp 30 ribu. Nantinya, uang itu akan disetorkan ke kas negara. ”Bukan masuk ke polisi,” paparnya.
Bila lebih dari itu, tentunya dipastikan merupakan pungli. Dia menjelaskan, masyarakat bisa melaporkan ke Divpropam bila menemukan hal semacam itu. ”Laporkan saja,” ujarnya.
Pelayanan SKCK tersedia di semua tingkat. Dari Polda hingga Polsek. ”Ada juga yang online. Bisa ditempuh itu,” terang jenderal berbintang satu tersebut. (idr/jpg/dc/ign)