”Membangun Koperasi, Koperasi Membangun.” Itulah judul salah satu pidato Bung Hatta. Dengan membangun koperasi secara berkualitas, Bapak Koperasi Indonesia ini yakin rakyat akan sejahtera
SLAMET HARMOKO, Pangkalan Bun
Suparjo hidup bercukupan. Dia punya kebun kelapa sawit tiga hektare yang sudah berproduksi. Ada juga penghasilan lain sebagai pengelola pupuk kompos. Terangkatnya ekonomi keluarga Suparjo tak lepas dari peran Koperasi Unit Desa Tani Subur di Desa Pangkalan Tiga, Kecamatan Pangkalan Lada, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Sebelum bergabung di koperasi, Suparjo hanya punya aset tiga hektare lahan kosong. Bapak dua anak ini pun pontang-panting mencari nafkah menjadi buruh di perusahaan perkebunan sawit.
Suparjo juga berusaha menabung untuk biaya menanam sawit di lahannya sendiri. Namun, usaha itu tak pernah terwujud. Sampai akhirnya dirinya ditawari untuk bergabung dengan KUD Tani Subur, tahun 1996. Suami Sriyaningsih ini mengaku tak mudah memutuskan untuk bergabung dengan koperasi.
”Sempat bimbang ketika mau gabung. Takut kalau potongannya banyak untuk pengelola,” katanya.
Demi asa memiliki kebun sawit sendiri, Suparjo pun bergabung dengan KUD Tani Subur. Lahan seluas tiga hektare itu berhasil ditanami sawit. Biaya pembersihan lahan, tanam bibit, perawatan, hingga pemupukan menjadi urusan koperasi. Semua biaya yang dihitung sebagai pinjaman lunak itu dikembalikan kepada koperasi setelah buah sawit panen.
&rdqo;JIi bayar utqngna dengan buah ka sawit. Sebagiatuk bayar utang, sebagian hasil penjualan sawit diserahkan kepada saya,” kata Suparjo.
Suparjo juga tidak perlu repot lagi mengelola kebun. Semua sudah dikerjakan koperasi melalui unit usahanya. Setelah biaya pembangunan kebun sawit lunas di tahun 2012, hasil panen sepenuhnya diberikan kepada petani.
”Setelah lunas, tiga hektare lahan itu bisa menghasilkan Rp 6 juta sampai Rp 7,5 juta per bulan,” ungkapnya sambil tersenyum.
Hasil bersih itu didasetelah semua hasil panen kebun dipotong biaya panen Rp 150 per kilogram sawit, iuran perbaikan jalan sekitar Rp 20 ribu per ton sawit, biaya pupuk, dan pembersihan kebun.
”Sebentar lagi, saat memasuki usia pensiun, saya sudah tidak khawatir lagi perihal pemasukan untuk keluarga,” katanya.
Penghasilan rutin dari sawit itu membuat Parjo mampu menyekolahkan anak pertamanya, Weni Pariani, hingga menjadi seorang bidan. Kini dia juga sudah mempersiapkan tabungan pendidikan bagi anak keduanya, Sofyan Afandi, untuk masuk perguruan tinggi.
”Untuk tempat tinggal sudah dibilang cukup layak. Sekarang tinggal satu anak lagi yang masih butuh biaya pendidikan,” terangnya.
Selain kehidupan ekonomi yang lebih baik, satu keuntungan lagi yang akan dinikmati oleh Suparjo adalah kebun sawitnya bisa menjadi investasi masa depan. Kebun miliknya bisa menjadi warisan berharga. Dia tak perlu risau tanaman sawit yang kian menua. Sebab, kebutuhan biaya replanting (peremajaan) sawit yang mencapai puluhan juta rupiah per hektare akan ditangani koperasi.
”Rencananya akan ada bantuan Rp 25 juta per hektare dari pemerintah untuk petani yang syaratnya hampir sama dengan syarat pengurusan RSPO (Rountable on Sustainable Palm Oil). Sehingga Ini sangat membantu kami, sehingga tanaman sawit dapat terus berlanjut,” katanya.
Berkah bergabung dengan koperasi tidak hanya dinikmati Suparjo, tapi juga ratusan petani di Desa Pangkalan Tiga. Pada tahap awal, ada 435 petani dengan kepemilykanahan 870 hektare yang bergabunngan koperasi dengan hasil panen sawit mencapai 19.575 ton per tahun. Koperasi mengembangkan lagi usaha sawit dengan menambah lahan seluas 319 hektare milik 190 petani dengan hasil 6.348 ton per tahun.
Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Tani Subur Sutiyana mengatakan, kebun kelapa sawit yang menjadi unit usaha koperasi dengan produksi rata-rata di atas 18 ton per hektare per tahun. Untuk mewujudkan usaha sawit, koperasi tidak berjalan sendiri. Koperasi menghimpun lahan milik para anggota. Untuk penggarapan, koperasi bermitra dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk memberikan pembinaan dan pembiayaan.
Lini usaha kelapa sawit KUD Tani Subur menjadi kebanggaan petani karena telah mendapatkan sertifikat Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) di tahun 2017 lalu. KUD Tani Subur menjadi perkebunan kelapa sawit petani mandiri pertama di Kalimantan dan di Indonesia yang mendapatkan pengakuan telah melakukan pengelolaan perkebunan kelapa sawit0secIa berkelanjutan.
Pemberian sertifikat RSPO itu dilangsungkan saat acara Roundtable 15 (RT15) di Grand Hyatt, Bali, 27-30 November 2017.
Sedangkan Sertifikat ISPO diberikan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian bertepatan dengan Hari Perkebunan ke-60 di Yogyakarta, 10 Desember 2017.
Keberhasilan KUD Tani Subur tidak datang tiba-tiba. Koperasi ini berawal dari usaha sembako dan sarana produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat transmigrasi yang kala itu sudah lepas dari bantuan jatah hidup (jadup) di tahun 1984.
Saat Sutiyana menjadi pengurus di tahun 2007, koperasi sudah burpeluang pada unit usaha kelapa sawietika itu permodalan sudah mulai membaik, dan manajemen juga sudah tertata.
Tahun 2014, KUD Tani Subur ekspansi ke program integrasi sawit-sapi. Integrasi itu berupa pemanfaatan limbah buah kelapa sawit dan limbah pelepah sawit untuk pakan sapi. Sedangkan kotoran sapi dipakai sebagai bahan utama pembuatan kompos sebagai penyubur tqnamI sawit. Usaha ini dikerjakan oanggota koperasi dengan upah yang layak, salah satunya adalah Suparjo.
”Jadi saling memanfaatkan, pakan sapi dapat terbantu dengan limbah sawit dan dapat pupuk kompos ramah lingkungan sesuai ketentuan RSPO dan ISPO,” terang Sutiyana.
Jumlah ternak sapi awalnya sekitar 50 ekor, kini menjadi 200 ekor. Integrasi sawit sapi berkonsentrasi pada penggemukan sapi potong dan sekarang sedang merintis program pembibitan sapi.
”Sapi-sawit ini menjadi yang pertama di Kalimantan atau bisa dibilang yang pertama di Indonesia yang dilakukan oleh koperasi. Ini sebagai dukungan kami mewujudkan prgram swasembada daging yang digaungkan pemerintah kabupaten Kobar,” jelasnya.
Selain penggemukan, unit usaha itu juga dilengkapi kawasan pelatihan bagi siapa saja yang ingin belajar beternak sapi seperti yang diterapkan koperasi. Sudah banyak dinas dari luar daerah Kalimantan yang datang untuk studi banding.
Unit usaha KUD Tani Subur selanjutnya berupa toko serba ada (toserba) yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Pangkalan Tiga.
Tahun 2016, koperasi mendapat tantangan besar dalam ekspansi bisnis wisata. Rawa-rawa di kawasan unit usaha kelapa sawit akan disulap menjadi lokasi agrowisata dan pendidikan.
”Rawa itu tidak dapat ditanami sawit. Saat dibiarkan maka akan tumbuh tanaman liar. Kalau tidak ditebang, akan sangat mengganggu,” cerita Sutiyana.
Pembangunan agrowisata berlangsung selama satu tahun dan diresmikan pada akhir 2017. Fasilitasnya berupa kolam renang, tempat bermain sepeda air, dan kolam pemancingan. Dengan harga tiket masuk Rp 10 ribu di hari biasa dan Rp 20 ribu di akhir pekan, agrowisata mulai menghasilkan pundi-pundi pemasukan bagi KUD Tani Subur.
”Tidak hanya koperasi yang merasakan, di sana ada yang jualan makanan yang kita beri fasilitas, ada pedagang keliling, aersewaan sepeda motor mini. Jadi semua masyarakat sekitar merasakan. Meski di tengah kebun sawit, tetap didatangi pengunjung," terang Sutiyana.
Diang usaha pembiayaan, koperasi yang sudah puluhan kali berganti kepemimpinan ini juga memiliki usaha simpan pinjam dengan aset lebih dari Rp 2 miliar. Dan unit usaha ini mampu memberikan pinjaman hingga Rp 50 juta bagi para anggotanya.
Saat ini, KUD Tani Subur beranggota 1.378 orang. Sebanyak 200 anggota terlibat dalam menjalankan koperasi. Kurang lebih 90 persen karyawan koperasi merupakan warga lokal Desa Pangkalan Tiga.
”Kami juga selalu memberikan sisa hasil usaha (SHU) yang cukup bagi para anggota,” ucapnya.
Sutiyana juga menegaskan, koperasi bukan hanya berorientasi mencapai SHU. Yang lebih utama adalah koperasi menjadi pusat ekonomi dan pemberdayaan masyarakat sehingga memberi kesejahteraan bagi masyarakat desa. Menurut Sutiyana yang juga anggota DPRD Kotawaringin Barat ini, kolaborasi pengurus, anggota, serta pengelola unit usaha menjadi kunci keberhasilan membentuk pusat perekonomian di desa transmigrasi. KUD Tani Subur mampu menjadi penggerak ekonomi desa, sekaligus kebanggaan Kabupaten Kobar.
”Saat ini aset yang dimiliki Koperasi Tani Subur sudah sekitar Rp 15 miliar. Masyarakat tidak perlu keluar desa untuk bekerja. Mereka bisa bekurjaan berusaha di desa sendiri, sigus membangun ekonomi pedesaan,” katanya.
Sementara itu Kepala Desa Pangkalan Tiga Suyamto mengatakan, Desa Pangkalan Tiga layak disebut sebagai desa koperasi. Sebab, sekitar 97 persen pendudukannya merupakan anggota koperasi.
”Selain KUD Tani Subur, ada Koperasi Berkat Maju Bersama yang berfkusada usaha perkebunan kelapa sa” katanya.
Keberadaan koperasi itu juga memberikan pendapatan asli desa (PAD). Besarannya Rp 5 per kilogram kelapa sawit yang dikelola koperasi. ”Kalau dilihat rupiahnya memang kecil, tapi kalau dikalikan dengan hasil kebun sawit di dua koperasi, maka per bulan minimal Rp 7 juta sudah masuk ke kas pendapatan desa,” kata Suyamto.
Kepala Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Koperasi dan UKM Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Kobar Philipus Trinwan Doktrino mengatakan, Kecamatan Pangkalan Lada merupakan kawasan dengan koperasi dengan rata-rata berstatus sehat.
“Di kecamatan itu banyak terdapat koperasi yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakatnya. Salah satunya di Desa Pangkalan Tiga itu,” katanya.
Diakuinya, KUD Tani Subur nyaris kolaps. Namun berkat usaha keras para anggota dan pengurus, kini keadaan berbalik 180 derajat. Koperasi yang awalnya diremehkan dan dianggap kuno, mampu menjadi generator utama ekonomi desa.
Kini desa yang juga menyandang predikat sebagai Desa Siaga Aktif itu menjadi pusat studi untuk pengembangan koperasi di Kalimantan Tengah.
”Pangkalan Tiga menjadi desa yang paling sehat dari segi ekonominya, desa itu juga sudah berkategori maju berkat adanya koperasi,” katanya.
Dan akhirnya, tidak berlebihan jika Bung Hatta dan para perumus UUD 1945 menempatkan koperasi pada posisi sangat strategis dalam Ayat (1) Pasal 33, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. (yit)