PANGKALAN BUN – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Arut Pangkalan Bun akan melakukan penyesuaian tarif. Rencana menaikkan tarif ini diawali dengan uji publik dengan mengundang anggota DPRD Kotawaringin Barat (Kobar). Kemudian juga menghadirkan tokoh masyarakat, kepala desa dan lurah, sekaligus sejumlah pelanggan PDAM. Dengan harapan mereka bisa memberikan masukan dan saran pendapat sebelum benar-benar diterapkan.
Hal ini juga didasarkan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 71 tahun 2016 tentang Perhitungan Dan Penetapan Tarif Air Minum.
Direktur PDAM Tirta Arut Pangkalan Bun, Sapriansyah membeberkan, sejak tahun 2013 silam PDAM belum pernah menyesuaikan tarif, padahal penetapan tarif pada waktu itu harga-harga bahan pengolahan masih belum mengalami kenaikan seperti sekarang ini.
Sementara itu Harga Pokok Produksi (HPP) PDAM, Rp 5.239. Sedangkan selama ini dijual hanya Rp 3.000 per meter kubiknya. Jika dihitung-hitung, lanjut Sapri, kerugian PDAM setiap tahunnya mencapai Rp 3 Miliar lebih. Sedangkan besaran kenaikan untuk sementara berkisar Rp 1.000, sehingga akan menjadi Rp 4.000 dan itu masih dibawah HPP. Karena sesuai aturan kenaikan tidak boleh melebihi HPP.
”Jika nanti tarif sudah menjadi Rp 4.000 maka kerugian hanya kisaran Rp 1 Miliar lebih, sudah jauh mengurangi,”beber Sapriansyah saat uji publik dihadapan tokoh masyarakat dan sejumlah kepala desa dan lurah serta anggota DPRD Kobar, di kantor PDAM Kamis (25/10).
Kemudian, untuk kapan penerapan kenaikan tarif tersebut, pihaknya saat ini masih dalam tahap uji publik. Dan ketika sudah disepakati baru Pemkab Kobar yang menentukan kapan mulai diterapkan.
Sebelum melangkah untuk menaikkan tarif, Sapri mengaku sudah berupaya memperbaiki pelayanan diberbagai sektor. Hal itu juga dibuktikan semakin kurangnya keluhan dari pelanggan.
Sementara itu, perwakilan masyarakat Kelurahan Baru yang disampaikan Lurah Baru,Muhammad Ramlan, menurutnya setelah mengetahui perhitungan dan kondisi PDAM yang sebenarnya, secara pribadi dan mewakili masyarakat dirinya setuju saja dan tidak mempermasalahkan. Tetapi ia juga menuntut perbaikan pelayanan.
”Kita sama-sama tahu kondisi PDAM dan sudah dijelaskan tadi, prinsipnya kita setuju saja, karena tanpa meminta persetujuan atau tanpa uji publik seperti ini, PDAM bersama Pemkab bisa saja menaikkan tarif sepihak, tetapi dengan uji publik seperti ini tentu patut kita apresiasi,”tutur Ramlan.
Dirinya juga meminta kedepan, agar PDAM memberikan kepastian jadwal mengalir kepada pelanggan sehingga pelanggan tidak menunggu. Karena beberapa waktu lalu, lanjutnya, masih belum menentu terkait aliran airnya.
”Kadang bisa malam, kadang siang sehingga kadang kita harus menunggu dengan tidak pasti, kalau ada jadwalnya pastinya kita enak,”pinta Ramlan. Kemudian Lurah Kumai Hilir, juga menyatakan hal yang sama bahwa jika kenaikan dibarengi dengan adanya pelayanan yang baik tentu bisa dipahami.
Sementara itu, salah seorang anggota DPRD Kobar, Jamzuli Zam zam mengatakan, sebenarnya dirinya tidak sepakat adanya kenaikan tarif, karena melihat kondisi masyarakat yang sudah terbebani kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), Listrik dan sebagainya. Ia sempat menyarankan agar kenaikan tarif diberlakukan bagi industri saja, sesuai yang ketahui di Banjar Baru bahwa PDAM disana surplus hingga Rp 20 Miliar.
Ternyata lanjutnya, tarif air bersih untuk industri jauh lebih besar dan berlipat dibanding di PDAM Tirta Arut. Makanya ia menyarankan agar kenaikan hanya kepada industri. Tetapi persoalannya ternyata pelanggan industri hanya nol koma sekian saja dari jumlah pelanggan yang ada di Kobar.
”Kalau kita DPRD tidak memiliki hak, PDAM mau menaikkan sepihak juga tidak ada kewajiban meminta persetujuan DPRD, yang jelas jika masyarakat setuju tentu DPRD akan ikut bersama masyarakat. Alhamdulillah kalau masyarakat menyadari,”imbuh Jamzuli.
Senada juga disampaikan, Bambang Suherman, anggota Komisi C DPRD Kobar, menurutnya DPRD sebenarnya tidak ada hak berkaitan dengan kenaikan tarif ini. Tetapi langkah PDAM menggelar uji publik patut mendapat apresiasi. ”Kalau bicara kenaikan secara pribadi saya juga tidak setuju, tetapi melihat kondisi yang mengharuskan untuk itu, perlu pemikiran bersama,”tutur Politikus Partai Gerindra ini.
Sementara itu, Dewan Pengawas PDAM Tirta Arut, Agus Yuwono mengatakan penetapan tarif, pada tahun 2013 lalu itu, pada saat biaya operasional tidak sebesar saat ini. Sesuai Permendagri Nomor 71 tahun 2016 itu, sebenarnya setiap tahun membicarakan tarif, tetapi faktanya sudah lima tahun ini tarif masih tetap. Bahkan ketika dinaikkan sekalipun antara biaya operasional atau produksi dengan harga jual, tetap belum seimbang, tetapi setidaknya bisa menekan kerugian yang terjadi.
”Dari sisi perbaikan, PDAM saat ini sudah jauh lebih bagus. Dalam hal tarif ini PDAM tidak mencari untung, tetapi yang paling penting adalah biaya operasional tidak terlalu banyak kerugiannya,”pungkas Agus. (sam/gus)