PANGKALAN BUN - Harga Tandan Buah Segar (TBS) ditingkat petani semakin terpuruk. Kini harga buah penghasil CPO itu berkisar Rp 500 perkilogram dan diprediksi bakal terus turun. Keluhan petani sawit semakin terasa karena dengan harga jual tersebut tak mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga jika harus dibagi untuk pupuk dan upah pemanen.
Salah seorang petani Pangkalan Lada Khomsah mengaku pasrah dan menunggu harga kembali membaik. Ia memiliki sekitar 1 hektare kebun dalam setiap kali panen mampu menghasilkan 1 ton kelapa sawit. Jika harga sekarang Rp 500 maka dalam 1 ton hanya mendapat Rp 500 ribu. Jumlah itu kemudian dibagi untuk pemanen Rp 150 ribu per ton. Sehingga hanya tersisa Rp 350 ribu jika dibelikan pupuk maka petani tidak mendapat hasil.
“Tapi mau bagaimana lagi kalau tidak dipanen bisa merusak sawit, biar sedikit tetap harus disyukuri,” keluh Khomsah. Ia hanya berharap harga sawit kelak akan kembali normal karena saat ini masyarakat sudah benar-benar terpuruk.
Hal serupa juga dikatakan Imam, warga Pangkalan Banteng ini juga mengaku ikut sedih mendengar keluh kesah orangtua dan tetangganya. Biasa panen sawit 8 ton mendapat uang Rp 8 Juta namun sekarang setelah harga anjlok dipotong biaya operasional dan biaya angkut serta pemanen hanya tersisa Rp 2,8 Juta saja.
“Itupun kalau dalam kondisi panen normal, padahal sekarang buah sepi paling hanya dapat 4 ton,” keluhnya.
Anjloknya harga sawit ini membuat para orangtuanya harus putar otak. Karena hasil panen untuk kebutuhan makan sehari-hari saja pas-pasan, belum lagi keperluan biaya anak sekolah dan segala macamnya.
Sebagian petani lainnya mengaku masih bersyukur jika masih ada yang membeli. Karena jika sampai sawit tidak ada yang membeli maka tamatnya para petani. “Ada yang membeli masih bersyukur, meski hasilnya tidak seberapa, kalau sampai pada tahap tidak ada yang menampung maka tamatlah para petani sawit,” celetuk salah seorang warga lainnya. (sam/sla)