SAMPIT – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotawaringin Timur (Kotim) membidik kasus dugaan suap kepada oknum pejabat di lingkup Pemkab Kotim. Tidak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 3,75 miliar. Korps Adhyaksa masih menutup rapat soal rincian kasus tersebut.
Hal itu terungkap di sela peringatan Hari Anti Korupsi yang jatuh pada 9 Desember 2018, Senin (10/12). Kepala Kejari Kotim Wahyudi mengatakan, ada lima perkara tipikor yang masuk dalam bidikan mereka, termasuk dugaan suap tersebut.
Wahyudi enggan mengungkap kasus itu secara detail ke publik. Dari penelusuran Radar Sampit, kasus tersebut melibatkan oknum pejabat Kotim dan pengusaha kelas kakap. Kasus itu terjadi sekitar tahun 2014 silam. Berawal dari menggeliatnya usaha sektor pertambangan .
Kasusnya baru diselidiki tahun ini. Kabarnya, oknum pengusaha yang bergerak di sektor pertambangan dan properti yang masuk dalam pusaran kasus itu sudah dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
Empat kasus lainnya yang tengah diselidiki, yakni penyimpangan dana Desa Batuah, Kecamatan Seranau tahun 2015-2016; penerbitan sertifikat hak guna usaha sebuah perkebunan di Kotim; penerbitan sertifikat lahan dalam kegiatan retribusi BPN Kotim dan penggunannya; dan penerbitan sertifikat di Jalan Pelita Barat Sampit oleh oknum pejabat BPN Kotim.
Selain itu, Kejari Kotim telah melakukan eksekusi terhadap enam perkara korupsi dari Januari hingga Desember 2018. ”Ada enam perkara tipikor yang sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah kami eksekusi,” kata Wahyudi.
Pelaku korupsi yang diekskusi, yakni mantan Lurah Baamang Tengah Karyadi dalam kasus pungutan liar sebesar Rp 1,5 juta terkait penerbitan surat pernyataan tanah (SPT); konsultan pengawas pekerjaan proyek drainase Bandara Haji Asan Sampit Purwadi Nugroho dengan kerugian negara Rp 1,30 miliar.
Lalu, mantan Kades Tumbang Manya, Kecamatan Antang Kalang, Lilis Suryani dalam kasus penyaluran Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) sebesar Rp 49 juta dan APBDes Rp 200 juta; Pj Kades Tumbang Bajenai, Kecamatan Telaga Antang, Selwinoto dalam kasus penyelewengan APBDes tahun 2016 dengan kerugian Rp 1,3 miliar.
Kemudian, PPK pekerjaan proyek drainase Bandara Haji Asan Sampit Wahyuno dengan kerugian negara Rp 1,30 miliar; kuasa Direktur CV Harapan Indah Jaya (HIJ) dalam pekerjaan proyek drainase Bandara H Asan Sampit, Sumarno, dengan kerugian negara Rp 1,30 miliar.
Sementara itu, saat membacakan amanat Jaksa Agung RI HM Prasetyo, Wahyudi mengatakan, pihaknya optimistis melangkah melawan korupsi. Gerakan bangsa antikorupsi bukan sekadar sebagai sebuah keinginan, namun lebih dari itu, karena dorongan adanya sebuah kebutuhan di tengah semakin masifnya korupsi di Tanah Air menggerogoti pilar bangsa.
”Dengan demikian, penting bagi kita mengingat kembali dan memegang teguh sumpah jabatan yang telah kami ucapkan untuk diaplikasikan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, sehingga dapat menciptakan citra positif yang akan jadi virus kebaikan untuk menyebar tumbuh kembangnya budaya dan perilaku antikorupsi di masyarakat,” katanya.
Wahyudi melanjutkan, kejahatan tidak lagi dilakukan dengan cara sederhana, melainkan dengan modus operandi yang sedemikian canggih melalui pemanfaatan teknologi informasi serta metode transaksi cryptocurrency yang sangat sulit dideteksi.
Korupsi demikian, katanya, membuat para pelakunya dapat merencanakan aksinya di suatu tempat dan negara yang dapat melakukan pencucian uang. (ang/ign)